Kesan lebaran
# Orang-orang tidak mengajak yang disalami untuk mampir berkunjung ke rumah.
# Orang yang berkendaraan (motor dan mobil) yang pulang dari shalat ‘Id tidak
mengajak orang yang berjalan kaki yang rumahnya searah dengan yang berkendaraan.
# Silaturrahmi hanya ssampai di pintu rumah, di teras berbau comberan.
# Yang minta ama’af tidak merasa bersalah.
# Yang berutang merasa utang lunas dengan minta ma’af pada sa’at lebaran.
# Lebaran diartikan (dipahami/dihayati) dengan :makan enak, ketupat ayam, pakaian
bagus, mengunjungi tempat rekreasi (berkreasi ke tempat-tempat hiburan), tradisi mudik, sungkeman, halal bi halal, kembang
api, petasan, inklusif, desakralisasi, hura-hura.
# Yang mengemis memanfa’atkan lebaran untuk meningkatkan penghasilan.
# Tidak terasa kehangatan ukhuwah. Ukhuwah tinggal sebagai impian. Yang ada hanya
fatamorgana, kepalsuan, kepura-puraan, kamuflase.Tak ada kunjungan. Tak ada ikhwan. Yang ada hanyalah kawan.
# Lebaran usai, suasana akembali biasa (Siapa lu, siapa gua).
# Kembali kepada kesucian (fithrah) tinggal impian.
# Takbiran diselang-seling dengan pengumuman-pengumuman. Takbiran tradisi. Takbiran
modernisasi.
# Sebelum shalat ‘Id didahului dengan penyampaian pengumuman-pengumuman.
# Sa’at Khatib berkhutbah, berseliweran juru foto amatir.
# Ucapan salam : minal “aidin wal faizin, ma’af lahir bathin.
# Jarang ucapan : taqabbalallhu minna wa minkum wa taqabbal ya Kariim.
# Yang berkhutbah adalah khatib panggilan, bukan penguasa setempat.
# Khatib-khatib lebih banyak bermunculan dari kalangan intelektual katimbang dari
kalangan santri.
# Usai puasa, kembali mengikuti selera. (Bks 26-4-90).
Catatan :
* Imam Syafi’i menyukai orang
memakai pakaian yang bersih dan memakai wangi-wangian pada hari Jum’at, hari raya dan ke tempat pesta.
* Imam Syafi’i menyukai wanita memakai pakaian yang sederhana, yang tidak
berwarna warni.
* Imam Syafi’I menyukai anak-anak memakai pakaian yang berwarna-warni.
* Imam Syafi’I membedakan antara Imam dengan Makmum.
* Imam Syafi’I memberitakan bahwa Sahal bi Sa’ad dan Rafi’ bin
Khudiij mengerjakan shalat sunnat sebelum shalat hari raya dan sesudahnya.
* Zuhri memberitakan bahwa seruan shalat hari raya itu adalah “Ash-shalaatu
jaami’ah”.
* Imam Syafi’i memandang makruh
berkeliaran meminta-minta pada sa’at khatib sedang berkhutbah.
* Imam Syafi’I memberitakan bahwa yang berkuasa (Wali Negeri) lebih berhak
mengimami shalat dalam kekuasaannya (wilayahnya).
* Imam adalah yang memimpin Takbir, shalat, Khutbah (Al-Uum).