catatan
serbaneka asrir pasir
Revolusi
atau
Evolusi
“Sesungguhnya
Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri” (QS 13:11; simak juga QS 8:53). Tuhan tidak akan
merobah keadaan mereka selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduruan
mereka (catatan kaki 768, “AlQuran dan Terjemahnya”, Depag RI, 1993).
Perubahan
masyarakat (social change) umumnya dengan tiga ragam/macam pendekatan, yaitu
konservatif, reformatif dan radikal (Simak ALMUSLIMUN, No.199, Oktober 1986,
hal 69-73; No.267, Juni 1992, hal 83-84). Ada perubahan secara evolusi,
reformasi, revolusi.
Menurut Nani Wisono, bahwa Revolusi
Islam itu disebut dengan “Tsaurah Islamiyah”, memadukan pengertian taghyir dan
inqilab secara menyeluruh. Mengacu kepada ayat 110:1-3, maka “Kemenangan kaum
beriman hanya akan tercapai dengan pertolongan Allah” (Simak tulisannya “Jalan
Revolusioner Menuju Kemenangan”, ALMUSLIMUN, Bangil, No.267, Tahun XXIII (39),
Juni 1992, hal 80-88). Dalam kontek kekinian, Revolusi Islam itu merupakan
padanan Jihad Global.
Terminologi/pengertian revolusi itu
sendiri masih bersifat debatable. Tan Malaka menyebutkan bahwa revolusi itu
baru timbul karena ada krisis, ketika ada pertentangan antara pihak Yang Lama
yang tak sanggup lagi mengatur dengan pihak Yang Baru yang sudah siap
menggantikannya (Simak “Dari Penjara Ke Penjara”, III, Jogyakarta, 1948, hal
34). Ir Soekarno juga sejalan dengan Tan Malaka memandang bahwa revolusi itu
tool and retool, membongkar/mendobrak Yang Lama dan membangun Yang Baru.
Umat Islam diseru agar tidak berpangku
tangan dalam menyikapi kezaliman (ketidakadilan, kecurangan), tetapi harus
proaktif berusaha, berikhtiar untuk mengubahnya dengan mengamalkan ayat QS
13:11. Bisa dengan kekuatan kekuasaan, kemampuan bicara/diplomasi, setidaknya
dengan keyakinan- ideologi. Siap
memikirkan, melaksanakan cara
yang tepat sasaran untuk menumpas kezhaliman (tirani, thagut) apakah perlu
revolusi atau evolusi ? (Simak SUARA MUSLIM, Bekasi, Edisi 30-Thn.2011M/1432H,
hal 24-25, “Evolusi atau Evolusi ?”, oleh Asdani [Ahmad Salimin Dani MA, Ketua
DDII Bekasi ?]).
Diantara contoh revolusi disebutkan
antara lain Revolusi Industri (Inggeris), Revolusi Borjuis Perancis
(1787-1800), Revolusi Komunis Rusia (1917-1921), Revolusi Cina (1911-1949), Revolusi
Islam Iran, Revolusi Islam Kartosoewirjo. Sedangkan evolusi seperti Evolusi
Ikhwanul Muslimin Mesir, Evolusi Abul A’la alMaududi, Evolusi Mohammad Natsir,
dan lain-lain.
Perubahan
dari jahili/sekuler ke Islam berangkat dari perubahan akidah, dari syirik ke
tauhid, bukan dari sentimen nasionalisme, atau sosialisme, atau moralisme,
bukan dengan mengibarkan panji-panji nasionalisme, sosialisme, moralisme. Sayid
Quthub
dalam bukunya “Petunjuk Jalan” (Metode Revolusi ?) menyebutkan bahwa Islam itu
berangkat dari fiqhul aqidah-ideologis, bukan berangkat dari fiqhul
waqi’-realitas. Islam mulai langkahnya dengan mengobarkan revolusi akidah,
bukan dengan mengobarkan revolusi nasionalis, atau sosialis, atau moralis
(Simak “Petunjuk Jalan”, Bab II : Wujud Metode Qurani).
Abul A’la alMaududi juga berpandangan
bahwa perubahan sistem dari jahili sekuler ke Islami haruslah dimulai dengan
revolusi akidah secara alami dan menyeluruh (Simak antara lain “Metoda Revolusi
Islam”, “Kemerosotan Ummat Islam dan Upaya Pembangkitannya”, “Sejarah Pembaruan
dan Pembangunan Kembali Alam ikiran Agama”).
.Mengacu pada kisah dakwah para Nabi,
seperti Nabi Nuh, Hud, Shaleh, Ibrahim, Luth, Syu’aib, Musa, Isa, Muhammad saw,
maka dakwah itu berupa revolusi akidah, revolusi pola piker, revolusi sikap
mental. Dakwah itu menyeru, mengajak semuanya merubah akidah, pola pikir, sikap
mental dari jahili sekuler ke Islam , minaz zhulumaat ilan nuur. Tak ada
seruan/ajakan untuk memberontak, mengambil alih kekuasaan. Juga tak ada
seruan/ajakan untuk menghabisi lawan. Dalam kontek kekinian tak ada
seruan/ajakan untuk menumpas, membasmi, menghabisi kau Yahudi, Nasrani, Majusi,
Syi’ah, Khawarij, Mu’tazilah, Ahmadiyah, dan firqah/sekte masa kini (Simak
antara lan ayat QS 16:125, 2:256, 18:29, 2856).
Jihad dengan pengertian perang fisik
(qital) hanya dilakukan terhadap penghalang jalannya dakwah. Selama tidak
menghalangi jalannya dakwah, maka posisi mereka hanya sebagai lawan/musuh dalam
akidah yang merupakan umat dakwah. Mereka dilawan dalam perang akidah, ghazwul
fikri. Dalam ghazwul fikri inilah tempatnya Jihad Global (Revolusi Islam).
Perubahan
dari jajahan ke merdeka yang dikobar-kobarkan Soekarno melalui Pancasila
(sinkretisasi nasionalisme, demokratisme, sosialisme, humanisme, ketuhanan
seperti Khams Qanun Freemasonry/Zionis) (Simak RISALAH, No.10, Th.XXII, Januari
1985, hal 54-55, “Plotisma, apa itu ?”).
Cara
yang ditempuh untuk Islam Merdeka berbeda-beda. Ada yang menempuh jalur
parlementer-konstitusional seperti M Natsir dan tokoh-tokoh partai Masyumi dan
lain-lain. Ada pula yang menempuh jalur perjuangan suci (jihad fi sabilillah ?)
seperti Kartosoewirjo dengan DInya (Simak Al-Chaidar : “Pengantar Pemikiran
Politik Proklamator NII SM Kartosoewirjo”, Darul Falah, Jakarta, 1999, hal 92).
Dr
Yusuf Qardhawi menyebutkan empat jalur/jalan untuk merealisasikan Ideologi
Islam (Islam Ideologis ?) : melalui jalur Dekrit Pemerintah
(Parlementer-Konstitusionail ?), melalui jalur Kudeta Militer (Jihad Fi
Sabilillah ?), melalui jalur Pendidikan dan Bimbingan (Dakwah wa Taklim ?),
melalui jalur Pengabdian masyarakat (Aksi Sosial ?) (Simak “AlHulul alIslamy”,
1998, hal 178-273).
Ir Haidar Baqir (Direktur Mizan Bandung) menyebutkan
empat tipe strategi Islamisasi : jalur modernism, jalur radikalis kompromistis
evolusionisme, jalur radikalis kompromistis revolusionisme, jalur radikalis
non-kompromistis (Simak PANJI MASYARAKAT, No.521, No.498, hal 35-37).
Menurut pemikiran SM Kartosowirjo untuk mengusung
ide
Negara Islam menjadi fakta haruslah mengacu pada proses terentuknya masyarakat
Islam pada masa Rasulullah saw. Pada masa itu, etnis, budaya, agama, bahasa
sangat beragam (majemuk, pluralis) (Simak Al-Chaidar, hal 63).
Disebutkan bahwa : “Tidaklah akan jadi
baik akhir dari
umat ini, melainkan dengan kembali kepada apa yang membaikkan umat yang dahulu”
(Simak Prof Dr Hamka : “Tafsir AlAzhar”, juzuk II, Pustaka Panjimas, Jakarta,
1983, hal 81: Syaikh Mushthafa alGhalayaini : “AlIslam Ruh alMadaniyah”,
Beirut, 1935, hal 60).
“Sungguh telah jelas jalan yang benar dari
jalan yang
sesat” (QS 2:256). Sangat berbeda antara Islam (jalan selamat) dengan
Sekuler/Jahili (jalan sesat). Politik Islam berbeda, tak sama dengan politik
sekuler/jahili. Negara Islam itu beda, tak sama dengan Negara Sekuler/jahili.
Islam mengacu pada Quran dan Hadits. Piranti lunaknya (softwarenya) adalah
Quran dan Hadits. Sedangkan sekuler/jahili mengacu pada hawahu (selera, nafsu,
syahwat, kesenangan, kemewahan, kemegahan, kekuasaan, ketenaran).
Negara Islam (Darul Islam, Daulah Islamiyah,
Khilafah
Islamiya, Baldatun Thaiyabatun wa Rabbun Ghafur) membutuhkn seorang pemimpin
(wali, amir, imam) yang harus ditaati, yang tidak menyimpang dari garis haluan
alQuran dan alHadits (Simak Al-Chaidar, hal 216).
Sosok Imam, Imam Mahdi (Imam yang memperoleh
petunjuk)
haruslah memiliki pengetahuan yang luas tentang masalah-masalah kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, memiliki pemikiran politik yang cemerlang,
memiliki kemahiran dalam strategi militer, mencakup cendekiawan, negarawan,
ahli strategi ulung (Simak Abul A’la alMaududi : “Sejarah Pembaruan dan
Pembangunan Kembali Alam Pikiran Agama”, Bina Ilmu, Surabaya, 1984, hal 58-60,
“Imam Mahdi”).
Disamping unsur Imam ada lagi unsur Makmum, warganegara.
Warganegara dalam Negara Islam haruslah Islam minded. Memiliki rasa cinta seta
(mahabbah) kepada Allah swt dan kepada Rasulullah saw. Siap mengabdikan diri
kepada Allah swt. Sekaligus Islam Ideologis, Islam Politis. Di Indonesia,
sejarah mencatat bahwa jumlah kursi kelompok Islam dalam parlemen tahun 50-an
hanya 23%. Dan kemudian meningkat naik menjadi 43,5% dari hasil pemilu 1955.
Dan selanjutnya dari setiap pemilu ke pemilu tampak jelas penurunan prosentase
kelompok Islam. Ini berarti Umat Islam Indonesia sama sekali tak siap dengan
Negara Islam Indonesia, tak siap memiliki sikap “tegas terhadap lawan dan
santun terhadap lawan” (Simak QS 48:29).
Biang Kehancuran
Rasulullah saw mengingatkan
"Tslaatsun munjiyaat : khsyyatu LLah fis sirri wal 'alaniyah, wal 'adlu fir
ridha wal ghadhab, wal qashdu fil faqri wal ghina. Tsalatsun muhlikaat : hawaa
muttaba', wa syuhhun muthaa', wa i'jaabul mar-i bi nafsih". Tiga hal yang
membuat kejayaan : Takut kepada Allah dalam sunyi dan terang, adil dalam
keadaan suka dan marah, sederhana ketika miskin dan kaya. Tiga hal yang
mencelakakan : Memperturutkan nafsu, mengikuti kekikiran, terpesona dengan diri
sendiri.
Itulah tiga pokok sikap menatal
yang menjadi biang kehancuran yang harus diwaspadai.Dengan kata lain, bila
ajaran Islam diabaikan, apalagi ditinggalkan, maka kehancuran yang akan
terjadi. Bisa kehancuran fisik, moral, budaya, sosial, ekonomi, politik.Bisa
timbul rasa ketakutan, bisa berkurang rizqi, bisa terjadi [pertupahan darah,
bisa dikuasai musuh, dan lain-lain.
Islam mengajarkan supaya bisa
selamat hendaklah berpegang teguh Kitabullah dan Sunnah Rasulnya. Sesuaikan
sikap mental dengan tuntunan Allah dan RasulNya.
Akademisi memperkenlakan/mengajarkan
agar menerapkan konsep SWOT analysis (Strength-Weakness-Opportunity-Threat)
dilanjutkan dengan konsep SOAR (Strengths-Opportunity-Aspiration-Result). Mulai
dengan mengnalisis/mengaca/memahami kelemahan (weakness) dan menghitung risiko/ancaman/rintangan/hambatan
(threat), setelah itu mengidentifikasi dan memfokuskan kekuatan (strength) dan kesempatan/peluang
(opportunity), kekuatan
diri (strength) untuk meraih hasil (result).
Hasil (result) yang diharapkan
oleh umat Islam adalah menjadi umat unggulan. Umat unggulan (dunia akhirat)
adalah umat muttaqin, mukmin, muflihun, yang tak "fi khusrin", yang
mendapat "ajrun gharu mamnun".
(written
by sicumpaz@gmail.com at BKS1108180730)
catatan serbaneka asrir pasir
Dilematika/problematika
penegakan syari’at Islam (analisa
sikon umat Islam)
Treath/kendala/rintangan/hambatan
bagi tegaknya syari’at Islam :
- Konspirasi/persekongkolan
Yahudi-Nasrani
internasional untuk melenyapkan, mengenyahkan, mnghancurkan, menumpas Islam
(Simak antara lain QS 2:120).
- Maraknya
penyebaran ajaran, alaaairan, paham Jahili
Sekuler, hubuddunya wa karihatul mauat, rakus dunia dan takut pada resiko
(Simak antara lain QS 45:23-25).
- Ketiadaan
ulama waritsatul anbiya’, kelemahan
pemahaman ulama terhadap ideology, politik, ekonomi, social, budaya Islam.
Menjamurnya, melimpahnya ulama seleberitis, berpaham jahili sekuler, hubbud
dunya wa karihatul maaut, rakus akan dunia dan takut pada resiko.
- Labelisasi
teroris terhadap penegak syari’at Islam.
- Maraknya
penyusupan, infiltasi musuh-musuh Islam
dengan menggunakan atribut, symbol, terminology, identitas Islam.
- Gampangnya
muncul situasi konflik. Umat Islam sangat
deman (senang) punya lawan. Kalau ada musuh mereka bersatu. Bila musuh tak ada
lagi, mereka mencari musuh di kalangan sendiri (M.Natsir, simak SUARA MASJID,
No.144, 1 September 1986, halaman 4-5, Editorial).
Dalam golongan
Muslimin menular penyakit yang sangat
berbahaya, yaitu : perselisihan, persengketaaan danperbantahan antar sesame
(Moehammad Moe’in : “Sedjarah Peperangan Salib”, Islamiyah, Medan, 1936, halaman
5) (Simak antara lain QS 8:46).
Perpedahan
umat (dalam ideologi dan politik) adalah
penghalang turunnya pertolongan Allah. Sunnatullah menetapkan bahwa yang kuat
mengalahkan yang lemah (Simak HR Muslim dari Tsauban tenang Qadha dan Qadar,
antara lain dalam “Zaadul Ma’ad” Ibnul Qaiyim, jilid I, halaman 90; “Bersihkan
Tauhid Anda Dari Noda Syirik”, oleh Muhammad bin Abdul Wahhab, terbitan Bina
Ilmu, Surabaya, 1984:82-84; HR Ahmad dalam “Tafsir Ibnu Katsir”, jilid V,
halaman 144).
Weakness/Kelemahan
penegakkan syari’at Islam :
- Lemahnya
kesadaran beragma dari umat Islam.
- Lemahnya
pemahaman agama umat Islam secara
intergatif.
- Terserang/terjangkit
virus jahili sekuler (Hubbud
dunya wa karihatil maut, rakus akan dunia dan takut pada resiko).
- Tak memiliki
media informasi/komunikasi alternative,
yang dapat menyuarakan aspirasi umat Islam dan yang dibiayai oleh dana umat
Islam sendiri.
Opportunity/peluang/kesempatan
tegaknya syari’at Islam
:
- Lembaga
dakwah dan ormas Islam yang konsisten mendakwahkan tegaknya syari’at
Islam.
- Sarana penerangan/komunikasi
yang dapat digunakan
sebagai sarana dakwah.
Strenth/kekuatan/potenti
bagi tegaknya syari’at Islam
:
- AlQur:an
dan AlHadits sebagai landasan ideologis.
- Khazanah
pemikiran ulama Islam pada masa lalu.
- Warisan/peninggalan
sejarah umat Islam masa lalu.
- Populasi
umat Islam yang cukup diperhitungkan.
Bahkan identitas, dan nama Islam sendiri masih menggentarkan, menciutkan nyali
musuh-musuh Islam.
- Masjid, mushalla
sebagai sarana/tempat
pembinaan/penggemblengan umat Islam.
Konsep SOAR
Dulu
diperkenalkan konsep SWOT analysis (Strength-Weakness-Opportunity-Threat).
Menganalisis kelemahan (wakness) dan menghitung risiko/ancaman (threat) itu
diperlukan. Lebih penting lagi dari itu adalah mengidentifikasi dan memfokuskan
kekuatan (strength) dan peluang (opportunity).
Kini
diperkenalkan konsep SOAR (Strengths-Opportunity-Aspiration-Result). Konsep ini
beroriemtasi “appreciative inquiry”, yaitu menghargai dan menggali hal-hal yang
positf dan kekuatan (strength) yang terlihat maupun tersembunyi. “Allow your
thoughts to take you to heights of greatness”. Dengan pola pikir ini, berobsesi
terhadap aspirasi (aspiration) dan kesempatan (opportunity) sehingga hasil
(result) terpenuhi optimism (Simak Eileen Rachman & Sylvina Savitri :
“Mentalitas Elang”, KOMPAS, Sabtu, 6 Agustus 2011, hal 33, “Klasika : Karier”).
(written by
sicumpaz@gmail.com
at BKS1107280815)