catatan serbaneka asrir pasir
Umat Islam terpecah-belah ulah penjajah.
Dunia
ini terpecah-belah oleh ulah kerakusan kolonialis-imperialis barat. Mulai dari perjanjian/kesepakatan Perdamaian Westfalen
di Osnabruck dan di Munster (1648). Perancis, Swedia, Belanda rame-rame berebut wilayah sehabis Perang 30 Tahun (1618-1648)
antara pihak Katolik Romawi dan pihak Protestan Luther. Setelah Perjanjian Westfalia itu, bangsa-bangsa Eropa menerima batas
negara plus bangsa berdasar nilai bersama (Simak antara lain Ilyas St Pamenan : “Sedjarah Dunia”, Pustaka Timur,
Medan, 1950, hal 88-89; Anwar Sanusi : “Sedjarah Umum untuk Sekolah Menengah”, II, Pakuan, Bandung, 1954:31).
Jauh
sebelum itu nafsu serakah Paus Alexander ke-6 (Paus Innocent ?) pada tahun 1493 memaklumkan pembagian dunia atas dua bagian.
Yang berada di sebelah barat (30 derjat BB) menjadi milik Spanyol, sedangkan yang berada di sebelah timur (30 derajat BB)
menjadi milik Portugis (Simak O Hasen : “Menaklukan Dunia Islam”, hal 11). Akibat nafsu serakah kolonialis-imperialis
ini, meskipun satu pulau, Timor terbelah jadi Timor Indonesia dan Timor Leste, Papua terbelah jadi Papua Indonesia dan Papua
NiewGuine, Kalimantan terbelah jadi Kalimantan Indonesia dan Kalimantan Malaysia.. Meskipun satu rumpun, Indonesia dan Semenanjung
terbelah jadi Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura. Dan lain-lain.
Sebelum
tahun 1924 negara-negara di Asia Tengah kebanyakan bersatu dalam naungan Khilafah Turki Utsmani. Namun nafsu serakah kolonialis-imperialis
Uni Soviet setelah Khilafah Islamiyah tumbang, memperetei Turkistan terbelah jadi Turkministean, Uzbekistan, Azerbeijan, Kazakstan,
Tajikistan, Kirgizia. Jumlah prosentase mat Islam di daerah-daerah tersebut diatur/disusun sedemikian rupa berdasarkan kepentingan
uni Soviet jangka panjang, sehingga mayoritas muslim di masing-masing daerah itu hilang (Simak SABILI, No.12, Th.IV, Rajab
1412H, hal 50-51, “Alam Islami : Potensi Kekuatan Islam di Asia Tengah”; KIBLAT, No.XVIII, Juni ke II-1970).
Daerah
Sinkiang (Xin jiang, Urumqi) yang terletak di wilayah RCC bagian barat laut juga mendapat perlakuan serupa oleh kolonialis-imperialis
komunis Cina (idem, simak juga KOMPAS, Sabtu, 6 Agustus 2011, hala 10, “China Tak Kompromi Soal Pelaku Kekerasan di
Xinjiang”). Simak juga peristiwa yang terjadi di Mindanau, Patani, Kashmir, Kurdi, dan lain-lain yang diakibatan oleh
system pembagian wilayah berdasarkan kepentingan penjajah kolonialis-imperialis Barat-Amerika-Rusia. Akibatnya terjadilah
persatuan yang dipaksakan, bukan persatuan karena kesadaran.
Separatisme
di mana-mana sebenarnya merupakan efek dari persatuan yang dipaksakan. Demikian juga yang di alami oleh Inggeris dengan aksi
separatisme Irlandia Utara (Simak KOMPAS, Sabtu, 6 Agustus 2011, hal 5, “Ajak Masyarakat Papua Berdialog”; Sidik
Kertapati : “Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945”,Pembaruan, Djakarta, 1961, hal65; Prof JHA Logemann : “Keterangan-Keterangan
Baru tentang terjadinya UUD-1945”, Aries Lima, Jakarta, 1982, hal27).
Di
samping disebaban oleh ulah penjajah, Umat Islam juga terbelah oleh perbedaan paham tentang akidah, ibadah, tasauf, serta
perbedaan paham siasah (politik) yang amat sulit disatukan oleh siapa pun. Seolah perpecahan Umat Islam itu suatu keharusan
alamiah (menjadi lebih 70 golongan). Akan selalu saja eksis aliran/sekte/madzhab/firqah Ilmu Kalam, Fiaih, Tasauf, Siasah/Politik
(Simak antara lain Syaikh Muhammad Ahmad Abu Zahrah : “AlMadzhab AlIslamiyah”; WAMY : “Gerakan Keagamaan
dan Pemikiran”, AlIshlahy Press, 1995).
Indonesia
tak punya data statistik tentang jumlah prosentase aliran/sekte/madzhab/firqah Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali, Zhahiri,
Druz/Syi’ah, JIL/Muktazilah, Ikhwan/Wahabi, Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Syazaliyah, Syatariyah, Sanusiyah, Bahaiyah,
Lahore/Qadian, dan lain-lain. Adalah mustahil, pertolongan Allah bisa turun terhadap yang berpecah belah.
Munculnya paham aliran yang menyimpang dalam Islam
Terdapat hadis yang menyatakan bahwa umat Islam tidak akan pernah tersesat selama ia berpegang teguh kepada Kitabullah
dan Sunnah Nabi (1).
Terdapat hadis yang menyatakan bahwa umat Islam akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, hanya satu golongan
yang selamat (2). Hadis ini masih diperselisihkan tentang kesahihannya, jadi bersifat zhanni (nisbi), bukan qath’I (mutlak)
(3).
Di dalam politik, pemerintahan, kenegaraan, kepemimpinan, yang mula-mula muncul adalah paham Khawarij, kemudian muncul
paham Syi’ah.
Khawarij lebih dulu memberontak kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib, kemudian baru berusaha mencari alsan begi pembenaran
pemberontakannya.
Sedangkan Syi’ah, pahamnya yang lebih dulu terbentuk, kemudian baru mulai mengadakan pemberontakan (4).
Jadi Khawarij, lebih dulu melancarkan aksi pemberontakannya, kemudian baru menyusun teori bagi pembenaran aksinya.
Menurut teorinya, kepemimpinan seorang imam, amir, khalifah batal, kalau kebijakannya mengacu kepada ijtihad, pendapat orang,
bukan langsung mengacu pada Qur:an.
Sedaangkan Syi’ah lebih dulu menyusun teori imamahnya, barulah kemudian melakukan aksi sesuai teori imamahnya.
Menurut teori imamahnya, yang berhak memegang kendali pemerintahan setelah Rasulullah wafat adalah Ali bin Abi Thalib.
Baik Khawarij, maupun Syi’ah menyusun teori, pahamnya berdasarkan interpretasinya masing-masing terhadap Qur:an.
Di dalam akidah, kepercayaan muncul paham Qadariah, Jabariah, Asy’ariah, Maturidiah, dan lain-lain. Masing-masingnya
menyusun teorinya berdasar pemahaman, interpretasinya pada Qur:an dan Hadis (5).
Di dalam ibadah, fikih muncul paham Hanafiah, Malikiah, Syafi’iah, Hanabilah, Zhahiriah, dan lain-lain. Masing-masing
juga menyusun teori, paham, mazdhab dan metodenya berdasar interpretasinya pada Qur:an dan Hadis.
Di dalam tasauf juga muncul berbagai macam paham, seperti Naqsyqabandiah, Qadiriah, Samaniah, Syatariah, Tijaniah yang
menurut Mohammad Natsir lebih bertolak pada rasa dan intuisi katimbang interpretasi, pemahaman akan Kitabullah dan Sunnah
Rasul (6). Interpretasinya lebih cenderung pada signal, isyarat.
Syahrastani (479-584H) mengarang “AlMilal wan Nihal” yang menerangkan berbagai paham agama dan aliran-aliran
kepercayaan samapai masa hidupnya (7). Syahrastani menyebut empat golonga besar, yaitu Qadariah, Shifatiah, Khawarij dan Syi’ah
(8).
Berdasar dalal zhanni, bukan dalil qath’I, Ibnul Jauzi (wafat 597H) melihat ada enam golongan pokok yang masing-masing
terpecah menjadi dua belas golongan, sehingga seluruhnya berjumlah tujuh puluh dua golongan. Keenam golongan pokok itu ialah
: Haruriah, Qadariah, Jahmiah, Murjiah, Rafidhah, Jabariah (9).
Dalam Sahih Bukhari pada “Kitab alFitan” terdapat hadis-hadis tentang tanda-tanda hari kiamat (10) dan
sifat-sifat dajjal (11).
Dalam Sahih Bukhari pada “Kitab alIman” terdapat hadis tentang testing, pengujian untuk membedakan antara
Nabi dan yang bukan, menurut versi Heraklius (Herkules ?).
MUI Pusat merinci sepuluh kriteria untuk membedakan paham aliran yang
sesat dan yang bukan sesat (12).
Di Indonesia kini marak muncul paham aliran baru. Masing-masing menyusun teori berdasar interpretasinya terhadap Qur:an
untuk pembenaran pahamnya.
HM Amin Djamaluddin, Hartono Ahmad Jaiz dengan LPPInya (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam) aktif menyoroti, mengkaji,
menggugat paham aliran sesat.
Ahmadiah, alQadiyah menggunakan hadis tentang turunnya Nabi Isa, turunnya Imam Mahdi, dan ayat Qur:an tentang naaiknya
Nabi Isa (QS 3:55) menurut interpretasinya dalam menyusun teorinya, bahwa kedatangan alMasuh alMau’ud itu sudah disebutkan
dalam Kitab Suci terdahulu, dan dialah alMasih alMau’ud itu (al masih adDajjal).
Syi’ah menggunakan hadis tentaang turunnya Imam Mahdi, serta mengarang-ngarang tentang kesuperan Ali bin Abi
Thalib dalam mengembangkan teori imamahnya.
Inkarus Sunnah, alQur:an Suci menggunakan interpretasinya terhadap Qur:an dalam menyusun teori, pahamnya.
Hidup Dibalik Hidup (HDH) mengingkari bahwa Nabi Muhammad saw dikurniai Allah wewenang untuk mengajukan syafa’at
bagi ummatnya nanti pada hari Hisab.
Islam Jama’ah juga menggunakan interpretasinya terhadap Qur:an dan Hadis dalam menyusun teori, paham manqulnya.
Mahaesa Kurung alMukarramah juga menggunakan interpretasinya terhadap Qur:an dan Hadis dalam menyusun, mendukung teori,
paham spiritualnya. Ia punya website, situs sendiri.
Wahidiah juga menyusun teori, paham spiritualnya menggunakan interpretasinya terhadap Qur:an dan Hadis. Menurut teorinya,
olah batin (spiritual) itu mengacu dan mengikuti ungkapan, slogan, semboyan “Lillah-Billah, LirRasul-BirRasul, LilGhauts-BilGhauts”.
Tunduk, patuh, setia pada alGhauts, karena ia punya wewenang memberikan syafa’at (13). Wahidiah juga punya situs sendiri.
AlHallaj dan Syekh Siti Jenar tampil dengan persepsnya masing-masing. Dr Rashad Khalifa PhD dengan Angka/Kode 19nya
dalam “AlQuran The Ultimate Miracle” (Penemuan Ilmiah tentang Kandungan AlQuran). KH Fahmi Basya dengan Matematika
Abstrak-nya dalam “One Million Phenomena”. Ary Ginanjar Agustian dengan ESQ Model-nya dalam “Rahasia Sukses
Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual”.
Simak antara lain dalam :
- “Muwaththa’” Imam Malik.
- “Manhaj alFirqah an Najiah”
oleh Muhammad bin Jamil Zinu.
- PANJI MASYARAKAT, No.498, 21 Maret 1986,
“Tentang sabda Nabi saw : Umatku akan pecah 73 golongan” oleh Muhammad Baqir.
- “Sejarah dan Kebudayaan Islam”
oleh Prof Dr A Syalabi, jilid II, 1982:308.
- “Pedoman Pokok dalam Kehidupan Keagamaan
Berdasarkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah” oleh KH Tb M Amin Abdullah alBantani, 1984.
- “Sanggahan terhadap Tasauf dan Ahli
Sufi” oleh SA alHamdany, 1982.
- “Ulama Syafi’I” oleh
KH Sirajuddin Abbas, 1975:157-162.
- “AlMilal wan Nihal” oleh Syahrastani.
- “Godaan Sytan” oleh Md Ali
alHamidy, 1984:128-136.
- “Jalan Menuju Iman” oleh Abdul
Madjid azZaidan.
- “Tafsir alAzhar” oleh Prof
Dr Hamka, juzuk IX, 1982:191-197, re ayat QS 7:187.
- RAKYAT MERDEKA, Rabu, 7 November, 2007.
- “Pedoman Pembinaan Wanita Wahidiyah”
oleh Penyiaran Shalawat Wahidiyah Kedunglo, Kediri, Jatim.
- “Sanggahan terhadap Tasauf”,
1982:20-23.
Referensi “Perpecahan Umat Islam”
1.Hadits-hadits tentang “Ummatku pecah tujuh puluh tiga golongan” dapat ditemukan antara lain dalam
:
– “Tafsir AlAzhar”, oleh Prof Dr Hamka, tahun 1984, juzk 8, halaman 143-144.
– “Godaan Syetan”, oleh Md Ali AlHamidy, tahun 1984, hal 126-128.
– “Tafsir Ibnu Katsir”, juzuk I, halaman 391.
– “Minhaj alFirqah anNajiyah”, oleh Muhammad bin amin Zainu.
2. Hadits-hdtis tersebut, meskipun oleh sebagian ulama dipertanyakan kesahihan riwayat/sandanya, namun realitasnya,
kenyataannya umat Islam sepeninggal Rasulullah sudah terpecah-pecah setahap deni setahap.
3. Pertama sekali muncul perpecahan dalam menentukan siapa yang berhak menjadi Kepala Negara, kemudian dalam
menentukan siapa kawan dan siapa lawan. Selanjutnya perpecahan dalam masalah akidah.
4. Yang membahas, mebicarakan pechan umat Islam ini antara lain :
- Syahrastani dalam bukunya “AlMilal wan Nihal” (terbitan “Dar alFikr”, Bairut).
- Prof Dr Imam Muhammad Abu Sahrah, dalam buknya”Aliran Politik dan Aqidah dalam Isla” (terbitan
Logos, Jakarta, 1996).
- Abul Faraj Ibnul Jauzi, dalam bukunya “Godaan Syetan”.
5. Induk pecahan menurut Syahrastani adalah : Qadariah, Shifatia, Khawarij dan Syubbah. Induk pecahan menurut
Ibnul Jauzi adalah : Haruriah, Qadariah, Jahmiah, Murjiah, Rafidhah, Jabariah. Sepanjang masa muncul/tampil Khawarij gaya
baru, Muktazilah gaya baru, Qadariah gaya baru, Jabariah gaya baru. Bentuknya bisa berupa Sekularis, Pluralis, Liberalis dan
lain-lain.
6. Pokok permasalahan dapat disimak dari dialog pemikiran antarra Iblis dan Malaikat tentang penciptaan, serta
Qadha dan Qadar, seperti dinukil oleh Syaaaaahrastani dalam “AlMilal wan Nihal”.
7. Kriteria kafir (lawan) mengacu kepada nash alQuran dan asSunnah.
Kebangkitan Islam
Dua
puluh tujuh tahun yang lalu (tahun 1984) gema Kebangkitan Islam sedemikian riuh. KIBLAT (Th.XXXI) tampil menyajikan antara
lain “Menuju Persatuan Ummat”, “Antara Persatuan & Kepemimpinan” (No.19)’ “Kongres
Muslim Indonesia” (No.15), dan lain-lain.
Kondisi
umat Islam waktu itu sangat menedihkan. Mengalami masa krisis, baik krisis eksternal, maupun krisis internal. Potensi serta
eksistensi menurun. Perpecahan dan perselisihan di antara kaum Muslimin sulit dielakkan, sangat mempelemah potensi dan eksistensi
umat Islam (Abdul Manan Salam : “Kepemimpinan Islam Belum Siap Mengisi Kebangkitan Islam ?”, KIBLAT, No.10/Th.XXXI,
hal 22).
Perselisihan,
pertikaian di kalangan Islam sudah mulai terjadi ketika berselisih tentang siapa yang lebih berhak akan jadi ganti Rasulullah
saw menjadi Khalifah beliau. Kemudian meningkat jadi pertumpahan darah yang hebat di antara pasukan Ali dengan pasukan mu’awiyah.
Berlanjut dengan pertentangan antara kaum Khawarij dengan kaum Syi’ah. Pertumpahan darah di antara sesama pemeluk paham
sunni. Bunuh-membunuh di antara pemeluk Islam madzhab Syafi’I dengan pemeluk madzhab Hanbali. Pertarungan antara kerajaan
Turki dengan kerajaan Iran. Peperangan antara Sulthan Ibnu Sa’ud dari Nejed dengan Syarif Husein dari Makkah. Dan lain-lan
(Simak Prof Dr Hamka : “Tafsir Al-Azhar”, juzuk III, Pustaka PanjiMas, Jakarta, 1984, hal 9; Muhammad Rasyid Ridha
: “Tafsir Muhammad Abduh”, III, hal 10).
Apa
karena melihat peristiwa perjalanan sejarah umat Islam, maka M Natsir mengemukakan bahwa umat Islam sangat deman (senang)
punya lawan. Kalau ada musuh mereka bersatu. Bila tak ada lagi, mereka mencari musuh di kalangan sendiri (SUARA MASJID, No.144,
1 September 1986, hal 4, “Editorial : Menyambut Abad Kebangkitan Dengan Membina Ummat”, oleh NZ (Natsir Zubaidi
?). Jalaluddin Rakhmat mengemukkan bahwa riwayat umat Islam Indonesia adalah riwayat yang selalu berhimpun untuk berpecah
(PANJI MASYARAKAT, No.498, 21 Maret 1986, hal 17). Kamalauddin M mengemukakan bahwa Arab sepakat untuk tidak sepakat (KIBLAT,
No.13, 5-18 September 1990, hal 64).
Perselisihan,
perpecahan antara umat Islam merupakan biang kehancuran Islam. Dari HR Muslim dar Tsauban dipahami bahwa mat slam tak akan
hancur karena banana kelaparan yang berkepanjangan atau dikuasai oleh musuh Islam, tetapi kan hancur karena kekuatan dari
dalam sendiri (Smak Muhammad bin Abdul Wahhab : “Bershkan Tauhid Anda Dari Noda Syirik”, Bina Ilmu Surabaya, 1984,
hal 82-84; “Zaadul Mi’ad” Ibnul Qaiyim, I, hal 90; Simak juga tafsir QS 6:65).
Dulu
yang menjaharkan “bismillah” bisa berantam dengan yang mensiirkannya (“Tafsir AlAzhar”, III, hal 9).
Kini dibenturkan antara yang tahlilan dengan yang tidak tahlilan. Antara yang berqunut dengan yang tak berqunut. Antara yang
melalukan haul dan yang tidak. Antara yang berbaju koko dengan yang tidak. Antara yang musbil dengan yang tidak. Antara yang
berjenggot dengan yang tidak. Antara yang berjilbab dengan yang tidak. Bahkan kini diopinikan bahwa pesantren sebagai sarang
teroris, dan Quran sebagai alat bukti teroris (Simak SYI’AR ISLAM, Edisi XL, Agustus 2011, antara lain “Hari ini
Lebih Gelap Dari Kemarin”, oleh Fauzan Anshari; Membongkar Kebohongan & Penyesatan Buku “Sejarah Berdarah
Sekte Salafi Wahabi”, oleh AM Waskito).
Mengaca diri
Kondisi
saat ini sedang berpihak kepada musuh Islam. Ideologi Kapitalisme telah menguasai dunia, Paham Liberal sudah merajalela, Ide-ide
Hak Asasi Manusia laris seperti pisang goring, demokrasi menjadi topik perbincangan yang sangat diminati.
Sedangkan
Islam hanya dianggap sebagai agama ritual yang hanya membahas ibadah dan akhlak serta aturan yang berkaitan dengan individu
saja, tidak mencampuri urusan masyarakat dan pemerintah. Islam diopinikan sebagai ajaran yang mengajarkan kekerasan, umat
Islam ta’at menjalankan ibadah dan hukum-hukum Islam dilecehkan sebagai fanatic, terlalu idealis, sok alim, sok suci
dan sebagainya. Umat Islam yang ingin mengembalikan kehidupan Islam dengan menerapkan syariat Islam dituduh sebagai kelompok
teroris, militant, garis keras dan sebagainya (Hari Moekti : “Mencetak Generasi Cerdas Dan Bertaqwa”, Cakrawala,
akarta, 2004, hal 161-162).
Aksi
pemurtadan yang dlakukan oleh musuh-musuh Islah berhasil menciptakan Islam Moderat, Islam Liberal, Islam Realitas, Islam Pluralis
dengan menebarkan, menyebarkan benih/racun Tasykik (Krisis konfidensi), Tasywih (Rendah diri), tadzwib (Pelacuran diri), Taghrib
Pembaratan) (Simak Sulaman Zachawerus : “Kumpulan Materi kajian”, AlItqan, Bekasi, 2009, hal 8-9, 128-129).
Kenyataan
menunjukkan bahwa Umat Islam telah disekularisasikan, dijauhkan dari Dinul Islam, dibuat sedemikian rupa sehingga tidak lagi
mengenal Sistem Hidup Islam. Umat Islam masih mengaku beriman kepada Allah yang telah menurunkanal-Quran, tetapi mereka tidak
menggunakan al-Quran sebagai dasar Hukum mereka. Umat Islam terpancing/tertipu oleh materialism, kegemerlapan dunia. Terjadilah
perbedaan/kesenjangan antara Conscience of The People (Kesadaran rakyat) dengan Policy of The ruler (Kebijaksanaan Penguasa).
Terjadilah apa yang mesti terjadi, sebgaimana hukum Boyle-Gay Lussac PV=CT, suhu semakin panas, tekanan semakin keras. (Simak
Drs Mohammad Soebari MA : “Makalah : “Kesenjangan Dengan Sembilan Basis Konsepsi”, Biro Dakwah Dakta, Bekasi,
1998, hal 4, 23).
Kenyataan
(Das Sollen) menunjukkan bahwa di mana-mana keunggulan itu dimiliki/didominasi oleh Jahili/Sekuler, bukan oleh Islam. Padahal
keunggulan itu semestinya (Das Sollen) dimiliki/didominasi oleh Islam. Akibatnya upaya penegakkan pemerintahan Islam (Darul
Islam, Daulah slamiyah, Khilafah Islamiyah). tetap saja gagal, meskipun berlangkali dilakukan, karena Umat Islam itu lemah
dalam segala hal. Piranti keras (hardware)-nya lemah sama sekali (strategi, teknik, taktik, logistik, personil, informasi).
Disarankan agar ada upaya pembinaan secara menyeluruh di semua bidang kehidupan (ideologi, politik, ekonomi, sosial, kultural,
moral, spiritual, sains, estetika, edukasi, dan lain-lain).
Dalam
hubungan ini, Abul A’la al-Maududi menulis sejumlah risalah tipis, antara lain ; “Sejarah Pembaruan Dan Pembangunan
Kembali Alam Pikiran Agama”, “Kemerosotan Ummat Islam Dan upaya Pembangiktannya”, “Metoda Revolusi
Islam” (Silakan simak analisa, konsep, metode yang ditawarkannya).
Namun
dalam hal ini (kewajiban menegakkan Negara Islam), masih saja terjadi polemik, ikhtilaf, beda ijtihad, beda persepsi yang
berkepanjangan , karena di dalam al-Quran secara eksplisit, secara tersurat tidak ada istilah, terminolgi yang memuat tentang
Negara Islam, apalagi Rasullullah Muhammad saw (dalam haditsnya) tidak pernah (memerintahkan) mendirikan Negara Islam (Darul
Islam). (Simak Al-Chaidar : “Pengantar Pemikiran Politik Proklamator NII SM Kartosoweirja”, Darul falah, Jakarta,
1999, hal 104).
Abdul
Qadir Audah telah berupaya membahas masalah ini (anggapn bahwa tidak ada nash yang tegas memerintahkan mendirikan Negara Islam)
dalam berbagai tulisannya secara ilmiah, antara lain :Kritik Terhadap Undang-Undang Ciptaan Manusia”, “Islam di
antara kebodohan mmat dan kelemahan Ulama” (Silakan simak analisa, argumen, konklusinya).
(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1108011745)