Etika
Publik :
Akhlaq Pemimpin Islam
1.
Beribadah
dengan benar dan rajin sesuai dengan tuntunan Allah dan RasulNya.
2.
Membiasakan
diri berdo’a bermunajat dan membaca Quran sambil berusaha memahami maksudnya,
serta suka mempelajari riwayat hidup Rasulullah saw dan juga sejarah Islam.
3.
Memelihara
kesehatan jasmani dengan olahraga atau lainnya, sambil menjauhi yang merusak
dan mengganggu kesehatan. Tidak melakukan hal-hal yang tak bermanfa’at.
4.
Memperhatikan
kesehatan dan kebershan tempat tinggal, makanan, pakaian, tempat kerja dan
lingkungan.
5.
Berbicara
benar dan menjauhi kebohongan. Dusta termasuk dosa.
6.
Memenuhi
janji.
7.
Berani
berterus terang dan jujur dalam kebenaran. Tidak berbuat curang. Tidak curang
terhadap Tuhan, agama, negara, bangsa, sesama, diri, keluarga, tetangga.
8.
Memiliki
ketenangan dalam berskap, tawadhu’ (rndah hati) namun tidak menghinakan diri,
taqwa/sensitif/peka terhadap yang baik dan yang buruk, bergembira terhadap yang
baik, kecewa terhada yang buruk.
9.
Bertindak
adil terhadap segala hal. Marah pada tempatnya sesuai dengan tuntunan syara’.
10.
Suka
beramal/berjasa baik untuk kepentingan bersama. Suka berkorban, menolong,
menghibur sesama.
11.
Bersikap
ramah dan murah hati. Suka mema’afkan yang bersalah. Lembut dan menyenangkan
sesama. Memelihara sopan santun Islami.
12.
Gemar
belajar yang bermanfa’at untuk kepentingan bersama.
13.
Suka
hidup sederhana, ekonomis dan hemat. Tidak royal, boros, bermegah-megahan.
14.
Selalu
berusaha mendapatkan rizki yang halal. Tidak melakukan perbuatan yang haram,
yang dilarang agama. Berupaya menutup pintu tindak kejahatan.
15.
Meningkatkan
mutu etos kerja, amal saleh.
16.
Ikut
terlibat mendakwahkan Islam. Islam itu rahmatan lil’alamin.
17.
Berupaya
menempatkan diri bertaqarub kepada Allah. Melakukan amal saleh dan amal sosial.
18.
Menjaga
persahabatan. Saling silaturrahmi. Saling kunjung mengunjungi. Saling tolong
menolong. Saling menjaga ukhwah Islamiyah.
19.
Saling
bertukar pikiran. Saling mengadakan mudzakarah. Saling ingat mengingatkan
tentang persoalan Islam dan umat Islam.
Secara ringkas, Pemimpin Islam itu
haruslah memiliki akal yang sehat, memiliki kecerdasan yang memadai, berilmu
dan berpengalaman, peka dan memiliki keperwiraan serta harga diri. Memiliki
dedikasi, kejujuran, keberanian dan sanggup berkorban untuk Islam dan umat
Islam.
(Suntingan
dari “Akhlak Kepemimpinan Dalam Kehidupan Bermuhammadiyah”, oleh KH Amir
Ma’sum, dalam “Akhlak Pemimpin muhammadiyah”, suntngan Haedar Nashir, PPM,
Yogyakarta, 1990, hal 18-19)
catatan
serbaneka asrir pasir
Sebenarnya
apa
sih yang dicari Pak Presiden ?
Sebagai Kepala Negara
(Pemerintah) sesuai dengan amanat Pembukaan UUD-1945 tentu saja yang dicari
adalah kesejahteraan, keadilan, kedamaian bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan
sesuai amanat pasal 33-34 UUD-45, maka seluruh kekayaan negara akan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia. Kepala Negara
(Pemerintah) bukan untuk mencari kekayaan, ketenaran, keprokan, sanjungan,
kemewahan diri dan keluarga serta kolega. Kepla Negara (Pemerintah)
berorientasi pengabdian kepada rakyat, bukan berorientasi kekuasaan.
Dari sudut pandang Islam, yang
dicari Kepala Negara (Pemerintah) tak bedanya dengan yang dicari oleh rakyat
umumnya, yaitu ridha, kasih sayang Allah. Dan sesuai dengan tuntunan Islam,
maka Kepala Negara (Pemerintah) itu haruslah bertakwa kepada Allah. Takut
kepada Allah. Muraqabah (waspada) kepada Allah. Menyingkirkan yang akan
menyebabkan murka Allah. Memelihara rakyat. Memanfa’atkan fasilitas untuk
mengingat (berdzikir) kepada Allah. Ingat nama dan perinta Allah. Ingat/sadar
bahwa kelak akan kembali kepada Allah untuk mempertanggungjawabkan semuanya
kepada Allah.
Kepala Negara (Pemerintah) haruslah
berbuat ihsan (kebaikan) kepada rakyat. Peduli akan kebutuhan rakat. Menegakkan
keadilan. Membela/memenuhi hak rakyat. menjaga batas/larangan dan suruhan
Allah. Mempertahanka hak milik rakyat. Membela kepentingan dan kehormatan
rakyat. Menjaga darah rakyat agar jangan tertumpah. Menertibkan/menenteramkan
kehidupan rakyat. Mengupayakan agar rakyat berasa senang.
Kepala Negara (Pemerintah) haruslah tak
sampai berpaling dari Allah. Menghadakan/menyerahkan semuanya kepada Allah.
Menjadkan Allah sebaga wali/pemimpin dalam segala hal. Menjadikan urusan rakyat
menjadi masalah utama.
Kepala Negara (Pemerintah) haruslah
mengerjakan shalat pada waktunya. Menghidupkan shalat berjama’ah. Mengerjakan
sunna Rasulullah saw. Mengikuti sunnah Salafus aleh.
Kepala Negara Pemerintah) haruslah
meluruskan tujuan. Mendirikan hak Allah. Tidak menyimpang dari keadilan.
Kepala Negara Pemerintah) haruslah
menghormati yang paha/mengerti agama. Memuliakan Quran, Kitabllah. Mengamalkan
isi Quran.
Kepala Negara (Pemerintah) haruslah
mengerjakan segala pekerjaaan dengan ihtisabaa/perhitungan/kalkulatif. Tidak
lalai mencari kebahagiaan akhirat. Banyak-banyak memohon kepada Allah. Banyak
berbuat kebajikan dan pertolongan. Berteman dengan Wali Allah.
Kepala Negara (Pemerintah) haruslah tak
segan mendatangi orang yang mulia. Meinta petunjuk dan nasehat kepada orang
yang mulia.
Kepala Negara (Pemerintah) haruslah
berbaik sangka kepada Allah. Tidak menuduh-nuduh bawahan. Bersangka baik kepada
teman. Tak berburuk sangka.
Kepala Negara (Pemerintah) haruslah
ikhlas dalam segala pekerjaan. Menjalankan kepemimpinan di dalam garis agama.
Mengambil Sunnah seagai pedoman. Menjauhi bid’ah dan syubhat. Menepati/memenuhi
janji. Menghargai kebijakan orqng. Menjaga lidah. Tidak curang. Tidak
berbohong. Bendi kepada pembawa/pembisik fitnah.
Kepala Negara (Pemerintah) haruslah
mengasihi sudi hidup damai dan jujur. Membantu orang yang sudi memerintakan
kebenaran. Membela orang yang lemah. Menghubungkan silaturrahim.
Kepala Negara (Pemerintah) haruslah
mengharap wajah Allah semata di dalam segala pekerjaan. Menjunjung tinggi titah
Allah. Mengharap pahala Allah di akhirat. Menjahui hawa nafsu. enegakkan
kebenaran (Simak Prof Dr Hamka : “Lembaga Budi”, terbitan Pustaka Panjimas,
Jakarta, 1983, hal 38-48, “Budi Orang Yang Memegang Pemerintahan”).
Kepala Negara (Pemerintah) bukan untuk
memperalat/mengibuli rakyat. Bukan untuk mengatasnamakan rakyat. Bukan untuk
memanipulasi “demi kepentingan rakyat. Bukan memperbudak rakyat, Bukan
menjadikan rakyat sebagai kacung. Bukan pemilik hak istimewa (Hak prerogatif).
Tetapi Kepala Negara (Pemerntah) itu adalah abdi, pelayan rakyat unatuk
memenuhi kebutuhan rakyat dan bukan sealiknya (Simak B Soelarto : “Tjerita
Pentas : Domba-Domba Revolusi”, SASTRA, No.8/9, Th.II, 1962, tentang “Sikap
Mental Politikus”).
(written
by sicumpaz@gmail.com at BKS1108090745)