Menemukan pesan-pesan
Qur:an
§
Islam adalah :
o
Agama yang disukai Allah
(“Sesungguhnya agama yang diridhai Allah hanyalah Islam”; QS 3:19)
o
Agama yang sempurna
(“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu”; QS 5:3)
§
Tak pantas beragama selain
Islam
(“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah
akan diterima agama itu daripadanya”; QS 3:85)
·
Referensi, rujukan Islam
terpelihara sepanjang masa
(“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan alQur:an dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya”; QS 15:9)
·
Kewajiban, tugas, taanggungjawab
yang mengaku beragama Islam untuk mendakwahkan Islam agar diri, keluarga, masyarakat, negara mau diatur oleh Islam, oleh aturan
Allah Rabbul’alamin
(“Selama kita hidup, selama iman masih mengalir di seluruh pipa darah kita,
tidaklah sekali-kali boleh kita melepaskan cita-cita agar Hukum Allah tegak di dalam alam ini, walaupun di negeri mana kita
tinggal. Moga-moga tercapai sekedar apa yang dapat kita capai”; Prof Dr Hamka : “Tafsir AlAzhar”, Juzuk
VI, 1984:263)
·
Bekal untuk mendakwahkan
Islam adalah mengenali, memahami pesan-pesan Qur:an secara utuh
(“Masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhannya”: QS 2:208)
Islam mencakup IPOLEKSOSBUDHANKATIBMIL
·
Inti, saripati pesan-pesan
Qur:an adalah beriman kepada Allah dan beriman akan Hari Akhirat serta berbuat kebajikan, melakukan amal saleh
(Simak antara lain QS 2:62, 5:69, 103:1-3, Seruan Rasul sejak Nuh as sampai Muhammad
saw)
Iman dan amal saleh menurut yang diajarkan oleh Allah dan RasulNya, bukan yang
dikarang-karang sendiri.
·
Ganjaran bagi siapa yang
beriman dan beramal saleh, hidupnya tenang, terjamin, sukses, berhasil, tak was-was, tak cemas, tak merugi, tak gagal, masuk
surga
(Simak antara lain QS 103:1-3, 5:69, 2:62, 16:97, 18:88, 19:60, 28:67, 34:37, 40:40,
64:9, 65:11, 2:103, 4:57, 4:122, 4:173, 4:175, 5:9, 5:65, 7:96, 10:9, 13:69, 14:23, 18:30, 18:107, 23:14, 22:23, 22:50, 22:56,
24:55, 29:7, 7:29, 29:58, 30:15, 31:8, 32:19, 35:7, 41:8, 42:22, 45:30, 47:12, 48:29, 57:7, 84:25, 85:11, dan lain-lain)
·
Bekali juga dakwah dengan
kekuatan fisik, dana, sarana, logistik yang benar-benar dapat menggentarkan musuh-musuh Allah, musuh-musuh Islam, baik musuh
yang terang-terangan, maupun musuh-musuh yang sembunyi-sembunyi
(Simak antara lain QS 8:60)
·
Awali, mulailah dengan serius
mengenali, mempelajari, memahami pesan-pesan Qur:an
(Catatan Asrir Pasir di Perumnas Satu Bekasi, Senin, 19 Maret 2007, 06.00)
Isi shuhuf Ibrahim dan Musa as
(QS 53:36-37, 87:19)
Dalam shuhuf nabi Ibrahim
dan Musa as terdapat peringatan Allah swt kepada seluruh umat manusia. Peringatan pertama tentang hari Akhirat. Peringatan
Kedua tentang Kedaulatan Allah swt.
Manusia diperingatkan Allah
swt bahwa hari Akhirat itu pasti terjadi. Allah yang menetapkan hari Akhirat (QS 53:47). Alam semesta ini hancur berantakan.
Kehidupan dunia berakhir sudah. Bumi bergoncang dahsyat. Isinya tumpah ruah berserakan (QS 101:1-2).
Pada hari akhirat itu setiap
oang dimintakan pertanggungjawabannya atas perbuatan yang dilakukannya selama di dunia. Yang berbuat baik menerima balasan
baik dan yang berbuat jelek menerima balasan jelek (QS 99:7-8, 101:6-8).. Yang berbuat dosa menanggung dosanya dan yang berbuat
bajik menerima pahalanya. Balasan perbuatannya akan diterimanya secara sempurna (QS 53:40-41) tanpa manipulasi. Kehidupan
akhirat itu lebih baik dan lebih kekal (QS 87:17). Kehidupan akhirat itulah yang sebenar-benarnya kehidupan.
Peringatan Allah swt yang
kedua adalah tentang kedaulatan Allah itu sendiri. Dialah yang berdaulat, berkuasa penuh secara mutlak. Tak ada yang berdaulat
selain Dia. Nasib manusia seluruhnya tergantung di tangan Allah (QS 53:42, 112:2). Dialah yang menciptakan alam semesta ini
(QS 87:2, 53:49). Dialah Tuhan alam semesta (QS 1:1). Dialah yang menghidupkan tumbuh-tumbuhan (QS 87:4-5). Dialah yang menjadikan
manusia tertawa bersukaria, menangis berdukacita (QS 53:43). Dialah yang mematikan dan menghidupkan (QS 53:44), yang menggerakkan
dan mendiamkan semuanya. Dialah yang menciptakan laki-laki dan perempuan (QS 53:45-46), positip dan negatip. Dialah yang memberikan
kekayaan dan memberikan kecukupan (QS 53:48). Mengayakan yang pantas dikayakan. Memiskinkan yang pantas dimiskinkan. Meluaskan
dan menyempitkan rezki. Dialah yang mengetahui yang terang dan yang tersembunyi (QS 87:8). Allah memperingatkan bahwa dialah
yang membinasakan mereka-mereka yang membangkang (QS 53:50-54, 54:9-42).
(BKS 0704060830)
Zhalim
(QS 22:45, 22:48)
Komunitas
zhalim adalah komunitas yang :
(Identitas/criteria
AzhZhalim)
Kufur
(QS 5:103, 5:44)
Tak
beriman kepada Allah (QS 21:6)
Mengingkari
keberadaan Allah
Mempersekutukan
Allah (QS 4:48, 31:13)
Menukar
kebenaran dengan kebatilan (QS 7:162)
Fasiq
(QS 7:163, 7:165, 17:16, 29:34, 42:23, 5:47),
Melanggar
aturan Allah (QS 7:163)
Durhaka
terhadap Allah (QS 17:16, 17:58)
Melanggar
aturan Allah (QS 7:163)
Tidak
mau mencegah kemunkaran (QS 7:165)
Tidak
mau diperingatkan Allah (QS 7:165)
Berlaku
bohong
Berbohong
kepada Allah (QS 11:18)
Mengarang-ngarang
kebohongan tentang Allah (QS11:18, 3:94, 6:24, 6:93, 6:144, 7:37, 10:17, 18:15, 29:68, 61:7)
Menghalangi
jalan Allah (QS 11:19)
Menyangkal
Hari Akhirat (QS 11:19)
Menyimpangkan
jalan Allah (QS 11:19, 6:144)
Menyelewengkan
ayat-ayat Allah
Menyangkal
ayat-ayat Allah
Mendustakan
ayat-ayat Allah (QS 6:21, 18:15, 29:68)
Menghalalkan
yang diharamkan Allah (QS 16:116)
Tidak
mau menegakkan aturan Allah
Tidak
mau menegakkan kebenaran
Melanggar
aturan Rasul allah (QS 34:34)
Tidak
mau berperang di jalan Allah (QS 4:71-76)
Tidak
mau membela orang-orang lemah (QS 4:71-76)
Melakukan
tindakan makar (QS 6:123)
Menantang
Rasul Allah (QS 7:94)
Smuggling,
Menggelapkan, menutupi, menyembunyikan, menghilangkan kebenaran
Bersikap sombong (QS 7:166)
Zhalim
(QS 4:45), Semena-mana, Aniaya,Tidak AdilTebang pilih, Korup, Manipulatif
Melakukan
perbuatan keji (QS 21;74, 29:31)
Imbalan/ganjarana
AzhZhalim : (QS 22:45, 22:48)
Mendapat
siksaan di dunia (QS 11:20, 6:93, 7:37)
Tidak
mendapatkan perlindungan Allah (QS 11:20)
Mengalami
kerugian hidup (QS 11:22-22, 10:17, 20:61, 16:116)
Hak Asasi
Manusia
(Antara Dakwah dan Membiarkan)
Setiap orang memiliki kebabasan nisbi/relatif,
bukan kebebasan mutlak/absolut. Kebebasan mutlak hanya milik Yang Maha Mutlak. Setiap orang bebas merdeka berkeyakinan, berpaham,
berpandangan sesukanya. Bebas merdeka menjalankan ritual agamanya. Tapi tak bebas merdeka berbuat sesukanya. Kebebasannya
hanyalah kebebasan relatif, kebebasan terbatas, kebebasan bertanggungjawab. Kebebasannya dibatasi oleh kesepakatan-kesepakatan.
Bentuk kesepakatan itu bisa berbentuk tradisi, konvensi, regulasi. Bebas berbuat baik, berbuat kebajikan, tapi tak bebas berbuat
jahat, berbuat kejahatan. Tak bebas melakukan agitasi, provokasi, intimidasi, manipulasi, aborsi, pornoaksi. Bebas menjadi
mukmin, juga bebas menjadi kufur (QS 18:29), tapi tak bebas melakukan aktivitas kekufuran, kezhaliman, kemunkaran, kesewang-wenangan.
Dakwah menyeru untuk berbuat baik, berbuat kebaikan
dan tidak berbuat jahat, tidak berbuat kejahatan (QS 3:110, 3:104, 3:114, 9:68, 9:71, 31:17). Baik dan jahat itu menurut kesepakatan
umum, pendapat umum. Pendapat umum itu haruslah menuruti aturan Allah swt.
Dakwah bukan memaksa, tapi juga bukan membiarkan
(QS 2:156, 10:99, 40:14). Tingkat prioritas dakwah dimulai dengan aksi, tindakan persuasif. Jika sikon tak memungkinkan, dilakukan
dengan komunikasi argumentatif. Jika juga tak memungkinkan, dilakukan dengan publikasi protes. Seandainya sudah tak ada lagi
kemauan untuk melakukan protes, setidaknya protes dalam bentuk bisu-diam, maka sebenarnya sudah tak ada lagi jiwa, semangat
dakwah.
(BKS
0408280845)
Bahasa dakwah dan bahasa penerangan
Bahasa dakwah berbeda dengan
bahasa penerangan. Bahasa penerangan bersifat informatif, normatif, deskriptif. Tapi bahasa dakwah lebih bersifat seruan,
ajakan, himbauan, appeal, tadzkir, tabligh, ta’lim, tarbiyah, taushiyah.
Format, bentuk, kemasan bahasa dakwah mencakup tabsyir, basyir, kabar gembira, reward, hadiah dan taandzir, nadzir, kabar
duka, punishment, ancaman. Bahasa dakwah juga bersifat bimbingan, tuntunan.
Susunan bahasa dakwah bisa
berbentuk “if condition”, “jika maka”. Menggunakan hukum kausal, hukum sebab akibat dalam kehidupan
manusia, baik secara individual, maupun secara social-komunal. Hukum sebab terjadinya musibah, bencana, petaka.
Target dari dakwah adalah
agar objek dakwah siap melakukan aksi perubahan mental dari mental gelap, tertutup, zhulumat, ke mental terang, terbuka, nuur.
Bahasa dakwah juga bersifat
serius (mujahadah), persuasive (bilhikmah), edukatif (mau’izhah), argumentative (mujadalah). Sepi dari hiburan, lawakan,
banyolan, plesetan.
(BKS0704031330)
Meneladani Rasulullah saw
Dengan
memperingati mauled nabi Muhammad saw, marilah kita mengambil hikmah dana manfa’atnya. Meneladaani sosok pribadi Rasulullah
saw, mengamlkan sunnah-sunnahnya dan mencontoh kehidupannya. Maulid nabi kita peringati agar kita kaum Muslimin senantiasa
meneladani, mencontoh nabi Muhammad saw dalam segala prilakunya sehari-hari. Jika kita jadi penguasa, jadilah kita penguasa
seperti nabi saw. Tidak mengelabui rakyat. Jika kita jadi pengusaha, kita contohlah nabi saw. Jika kita jadi rakyat biasa,
kita contohlah kehidupan nabi saw. Tidak menggunduli hutan. Tidak menguras barang tambang. Tidak bersikap arogan. Tidak mencurigai
ulama “waritsatul anbiya”. Tidak mencari-cari kesalahan orang. Tidak menyakiti sesama. Tidak agitatif, provokatif,
intimidatif, manipulatif.
Rasulullah
saw sangat mencintai fakir miskin, anak yatim. Hidup bersama orang melarat. Berpihak kepada orang susah. Bagaimanapun Rasulullah
tetap adil. Adil kepada yang berpunya, juga adil kepada yang tak berpunya.
(Disimak dari “Seandainya
Rasulullah Bersama Kita” oleh Ust H Misbaahul Munir, dalam Risalah TABLIGH,No.13, 30 Maret 2007).
(BKS 0704091230)
Cara berdzikir yang diajarkan Rasulullah saw
Cara berdzikir yang diajarkan
Rasulullah saw dapat disimak antara lain dari hadits Ummul Mukminin Juwairiyah binti alHarits, isteri Rasulullah saw (dalam
“Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pada pasal “Anjuran dan Keutamaan Berdikir”). Juriyah menceritakan
bahwa dzikir menurut Rasulullah saw sudah cukup memadai dengan membaca empat ungkapan tasbih berikut sebanyak tiga kali tiga
kali : “Subhanallah ‘adada khalqih. Subhanallah ridha nafsih. Subhanallah zinata ‘arsyih. Subhanallah midada
kalimatih”.
(BSK 0704060900)
Perbandingan antara mukmin dan kafir (QS 47:1-38)
Amal perbuatan (baik) orang-orang kafir dan yang
menghalangi orang-orang dari jalan Allah (agama Islam) sama sekali tak ada nilai (baik)nya disisi Allah. Sedangkan amal perbuatan
(baik) oang-orang mukmin dan yang mengerjakan perbuatan baik serta menerapkan ajaran Qur:an memiliki nilai (baik) disisi Allah.
Nilainya berupa dihapuskannya nilai dosa, kesalahan, kejahatan dan diperbaikinya kondisi kehidupannya (QS 47:1-2).
Perbedaan
penilaian tersebut disebabkan oleh karena :
- orang-orang
kafir mengikuti yang batil, yang salah, yang keliru.
- Sedangkan
orang-orang mukmin mengikuti yang haq, yang benar, yang benar menurut Allah swt (QS 47:3).
Dalam
suasana perang fisik orang-orang kafir itu harus ditebas, dibantai, dibabat.Bila orang-orang kafir itu telah mengangkat bendera
putih, mengaku kalah, maka penebasan, pembantaian, pembabatan dihentikan. Orang-orang kafir itu ditawan. Dalam suasana damai
tak ada lagi penebasan, pembantaian, pembabatan (QS 47:4).
Sebenarnya Allah bisa saja
membinasakan, memusnahkan orang-orang kafir itu. Tapi Allah menghendaki orang-orang mukmin yang bergerak dinamis, aktif, kreatif
menebas, membantai, membabat orang-orang kafir dalam perang fisik. Allah pun sebenarnya bisa saja mengIslamkan manusia seluruhnya.
(simak antara lain QS 5:48, 10:99, 11:118, 16:93, 42:8). Allah menghendaki agar alam semesta ini menyaksikan siapa yang sebenarnya
mukmin dan yang bukan. Nilai (baik) amal perbuatan syuhada, orang mukmin yang gugur dalam perang fisik terekam rapi. Mereka
dibimbing Allah dan kondisi kehidupan mereka diperbaiki Allah. Mereka dimasukkan Allah ke dalam surganya Allah swt (QS 47:4-6).
(BKS0703300515)
Tuhan Tidak Perlu Dibela
Judul tulisan ini nyontek
judul kumpulan tulisan Gus Dur yang semula dimuat di majalah TEMPO. Kunpulan tulisan itu memuat gagasan klasik Gus Dur (yang
ditulis selang waktu tahun 1970an hingga 1980an). Ajakan Gus Dur untuk tidak usah membela Tuhan diserukannya pada pertenganan
1982 (KOMPAS MINGGU, Septembert 1999).
Allah,
Muhammad, Qur:an, Islam sebenarnya tak memerlukan pembelaan. Allah bisa saja membela, melindungi semuanya tanpa bantuan siapa-siapa.
Namun rahman dan rahim Allah menghendaki memberi manusia beban tugas dan kewajiban unuk membelaNya, nabiNya, kitabNya, agamaNya.
Menugasi manusia agar mau aktif dinamis, bergerak berjuang melakukan tugas tersebut,
menghasilkan kebaikan, berlomba-lomba menghasilkan kebaikan (simak antara lain QS 5:48, 16:93).
Allah sebenarnya bisa saja
menciptakan dunia ini seperti surga, aman, tenteram, damai, sentosa, sejahtera. Tapi Allah menghendaki agar manusia itu sendiri
aktif bergerak dinamis, kreatif menciptakan keamanan, ketenteraman, kesentosaan, kesejahteraan di dunia ini, bukan bersikap
statis, pasif, apaatis. Dunia ini diciptakan Allah untuk perjuangan. Hasilnya nanti dipetik di akhirat.
Allah tak butuh siapa-siapa.
Dalam pelajaran sifat duapuluh (sifat Allah swt yang duapuluh) disebutkan bahwa salah satu sifat Allah adalah “berdiri
dengan sendirinya”. Salah satu acuannya adalah ayat QS 2:255 yang menyatakan bahwa “Allah tidak merasa berat memelihara
keduanya (langit dan bumi)”. Di tempat lain (QS 6:14) dinyatakan bahwa “Dia (Allah) memberi makan dan tidak diberi
makan”.
Dengan pikiran, pandangan
picik, cetek, dangkal, memang ada ayat-ayat Qur:an yang secara sepintas, secara sekilas seolah-olah Allah itu butuh bantuan
yang lain. Ayat QS 2:24, oleh orang-orang yang berpandangan picik, sontok seperti halnya Yahudi Fanhas dipandang bahwa Allah
butuh pinjaman (kredit) (Simak asbabun nuzul ayat QS 3:181, 5:64).
Ayat QS 47:7 oleh orang-orang
yang berpandangan seperti Fanhas akan dipandang bahwa Allah butuh bantuan, pertolongan, perlindungan, pembelaan. Beban tugas
kewajiban untuk membela Allah, nabiNya, kitabNya, agamaNya bukanlah karena Allah tak mampu membelaNya, tapi hanyalah semata-mata
karena itulah tugas yang harus diemban agar tampah terlihat nyata siapa yang sebenar-benarnya taat dan patuh kepada Allah
dan siapa yang tidak (QS 11:7).
(BKS0703301400)
Tuhan dan bertuhan
Tuhannya Yahudi, Nasrani,
Majusi, Atheis, tuhannya semua manusia, tuhannya semua makhluk adalah Allah Tuhan Yang Maha Esa. Inilah “kalimatun sawa”,
titik temu semua agama (Simak antara lain QS 3:64). Perbedaan diantara agama-agama tersebut terletak pada caranya bertuhan,
ritualnya bertuhan.
Cara, ritual bertuhan yang
benar adalah yang menuruti aturan Tuhan sendiri, aturan Allah Tuhan Yang maha esa. Bukan cara, ritual bertuhan yang dikarang-karang
sendiri meskipun oleh pemuka-pemuka agama. Yang terpokok adalah tidak mempertuhankan selain Allah, tidak mempersekutukan Allah.
Mempersekutukan Allah dengan yang lain berarti menodai, merusak “kalimatun sawa”, titik temu semau agama itu (Simak
antara lain QS 47:2, 5:69, 2w:62).
Konsep ketuhanan yang diusung
Soekarno dalam pidato “Lahirnya Pancasila” dalam sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usha Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
pada 1 Juni 1945 sebenarnya mengacu pada “kalimatun sawa”, titik temu semua agama. Dalam hubungan ini Soekarno
berucap “Masing-masisng orang Indonesia hendaknya berftuhan. Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut
petunjuk Isa alMasih. Yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad saw. OraNG Budha menjalankan ibadahnya menurut kitab-kitabnya
yang ada padanya” (Bandingkan dengan seruan QS 5:65).
Gagasan ketuhanan Soekarno
ini dirumuskan dalam pasal 29 UUD-45 yang berbunyi : “Negara berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa. Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu”.
Pada kesempatan lain, dalam
pidatonya pada upacara pemberian gelar Doctor Honoris Causa oleh IAIN di Istana Negara, 2 Desember 1964 yang berjudul “Temukan
kembali Api Islam”, mengulangi kembali ide, gagasan ketuhanannya : “Tuhan Seru Sekalian Alam. Tuhan dari manusia,
binatang-binatang, awan, mega, gunung-gunung, lautan, rumput-rumput, krikil-krikil, matahari, bulan, bintang-bintang. Tuhan
dari negara.
(BKS0704050615)
Label Muslim
Label muslim, Islam, masjid
sangat memikat, mempesona, menggoda,menggelitik para elit politik untuk menggunakannya membesarkan perolehan suara dalam pemilu.
Ada masanya PKI (Partaai Komunis Indonesia) punya Lokal Islami. PNI (Partai Nasionalis Indonesia) punya Jami’atul Muslimin
(Jamus). GOLKAR punya Dewan Masjid Indonesia, Lembaga Karya Dakwah Islam. Dan kini PDIP (Partai Demokrasi Perjuangan) mengusung
Baitul Muslimins.
Para elit politik saling
berlomba, berkompetisi menggaet tokoh NU, tokoh Muhammadiyah ke pangkuan mereka masing-masing menjadi bintang iklan, bintang
promosi, tokoh idola agar warganya mau memberikan suaranya dalam pemilu kepada partainya. Para tokoh NU, tokoh Muhammadiyah
dijadikan sebagai pajangan penarik suara warganya dalam pemilu.
Smuanya sebenarnya bukanlah
untuk menegakkan Islam, tapi hanyalah untuk memperalat Islam.Semuanya sepi dari semangat Islam. Mereka ini berupa “Jama’ah
Masjid Dhirar” masa kini. Simaklah watak anggota “Jama’ah Masjid Dhirar” dalam QS 9:107 yang menyatakan
bahwa : “mereka mendirikan masjid untuk menimbulkan kesusahan (terhadap orang-orang mukmin), untuk aktivitas kekafiran,
untuk memecah belah kesatuan umat mukmin serta menunggu kehadiran mereka-mereka yang memusuhi Allah dan RasulNya”. Mereka
bersumpah “Kami tidak menghendaki selain kebaikan”.
(BKS0704031300)
Mental vertikal dan
mental horizontal
Budaya dan mental saling berinteraksi. Ada budaya
dan mental vertikal, anak-bapak, abdi-ndro. Budaya dan mental vertikal berkembang dalam kultur Jawa. Budaya dan mental vertikal
ini sangat bagus diterapkan di rumah tangga, dan sangat cocok dalam kerajaan otokrasi. Tapi kurang bagus diterapkan dalam
republik demokrasi.
Ada pula budaya dan mental horizontal, aku-kau, aden-anda.
Budaya dan mental horizontal ini berkembang di kultur Minang. Budaya dan mental horizontal ini sangat cocot diterapkan dalam
republik demokrasi, dan kurang bagus diterapkan dalam keluarga
Pada awal-awal kemerdekaan Republik Indonesia, budaya dan mental vertikal sangat terasa sekali. Di mana-mana dijumpai
si bung. Ada bung Karno, Bung Hatta, Bung Yamin, Bung Sjahrir. Si bung ini sangat merakyat. Makan dan minum bersama rakyat
jembel di pinggir jalan, di kaki lima. Makan minum di kaki lima sama saja nikmatnya dengan makan minum di istana.
Namun semangat semacam demikian tak berlangsung lama. Kembali tampil budaya dan semangat horizontal. Tak lagi si bung
yang dijumpai, tapi Sang Bapak. Ada Pak karno, Pak Hatta, Pak Harto, Pak Domo. Tak lagi merakyat, tak lagi berpihak pada rakyat.
Yang ada hanyalah memperalat rakyat. Mengatasnamakan rakyat untuk kepentingan diri.
(BKS
0703221250)
Semangat Status Quo
Di kalangan kita, semangat
status quo sangat kental, sangat dominan. Selalu saja tampil dalam berbagai ujud. Di antara ujud semangat status quo ini berupa
keinginan kembali ke UUD-45, keinginan kembali ke jaman orde baru.
Bernostalgia dengan UUD-45,
dengan sistim presidensial. Di bawah sistim presidensial dengan UUD-45 stabilitas politik terjamin, gejolak politik terkendali,
terpimpin. Pembangunan terlaksana.
Ujud nyata dari semangat
kembali ke UUD-45, ke sistim presidensial berupa Dekrit Presiden Sukarno 5 Juli 1959 yang membubarkan konstituante hasil pemilu
yang demokratis, bersah, sah.
Akhir-akhir ini semangat
kembali ke UUD-45 (tanpa amandemen) pun sangat deras arusnya. Argumentasinya, amandemen terhadap UUD-45 sudah kebablasan,
terlalu berlebihan, over produktif. Semangat status quo bisa saja dikemas dalam berbagai bentuk.
Dari naskah UUD-45 secara
eksplisit, secara tersurat, termaktub, bahwa UUD-45 tersebut hanyalah sebagai proposal, sebagai saran acuan, bukan sesuatu
yang harus mutlak diterima secara penuh.
Dalam aturan tambahan UUD-45
disebutkan dengan tegas agar “Dalam enam bulan sesudah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, Majelis itu bersidang
untuk menetapkan Undang-Undang Dasar”. Bukan untuk mengesahkan UUD-45 tersebut. Tapi karena memang semangatnya semangat
status quo, maka dicari-carilah berbagai alas an untuk membenarkannya.
Juga bernostalgia dengan
jaman orde baru. Pembangunan terlaksana. Kebebasan bertanggungjawab terujud. Angka pertumbuhan ekonomi meningkat. Pemerintahan
stabil. Meskipun sekali lima tahun ada pemilu, namun Presidennya, juga orang-orang Presiden tetap saja berkuasa sepanjang
masa orde baru, selama 32 tahun. Pemilu boleh saja terselenggara, namun yang berkuasa tetap saja GOLKAR dengan Soeharto sebagai
bigbossnya. Orang-orangnya boleh saja gonta ganti, tapi selalu dari orangnya GOLKAR.
Mental kita ini sebetulnya
bukan mental demokratis, mental horizontal, mental “liberte, egalite, fraternite”. Tapi mental kita ini tetap
saja mental otokratis, mental vertikal, mental sumuhun dawuh”.
(BKS070404020700)
IPDN, AKABRI dan UIN
Ada tiga lembaga perguruan
tinggi yang melahirkan pemimpin formal. IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri) mencetak, melahairkan calon pemimpin sipil
di kalangan birokrat pemerintahan. AKABRI (Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) mencetak, melahirkan kader pemimpin
militer. UIN (Universitas Islam Negeri) menyiapkan kader pemimpin spiritual.
IPDN semula dibentuk, didirikan,
diasuh oleh kalangan militer dan dengan kurikulum mengikuti pola militer. Dalam perkembangannya pola pendidikannya kebablasan,
lebih mengarah kepada ketahanan fisik, kekuatan otot, bukan kepada ketahanan mental, kekuatan otak. Lebih militer dari pada
militer. Bukan pendidikan kedisiplanan, tapi latihan kekerasan. Berjatuhan koraban akibat latihan ketahanan fisik yang berlebihan.
AKABRI
dirancang oleh alumnus Akademi Militer Belanda. Kurikulumnya juga mengacu kepada akademi tersebut. Pola militer yang diterapkan
lebih pada pendidikan kedisiplinan dan kekuatan fisik. Namun tak pernah ada berita yang memberitakan bahwa ada korban dalam
latihan fisik di AKABRI. Mental yang ditularkan adalah mental tunduk, patuh pada atasan, yaitu mental vertikal, bukan mental
horizontal, mental demokratis.
UIN
setelah ergontaganti nama diraancang oleh para alumnus Perguruan Tinggi Barat (Amerika dan Eropah). Pola kurikulumnya lebih
menekankan pada bidang kemahiran berfikir, beragumentasi, berfilsafat, lebih pada logika, rasio, otak. Yang lahir di UIN bukan
lagi pemimpin spiritual, tetapi pemimpin sekuler, liberal.
(BKS07040060830)
Hak Veto dan Demokrasi
Unsur demokrasi terangkum
dalam semboyah revolusi Perancis “Liberte, Egalite, Fraternite”. Egalite bermakna “duduk sama rendah, tegak
sama tinggi”. Namun egalite ini tak tegak di lembaga dunia tertinggi ‘Perserikatan Bangsa-Bangsa” (PBB).
Dengan kata lain “demokrasi tak tegak secara utuh di PBB.
Hak veto bagi lima negara
anggota tetap Dewan Keamanan bersifat sangat diskriminatif. Selama Hak Veto masih diakui, maka demokrasi hanyalah menurut
versi negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB itu. Jika lembaga PBB benar-benar ingin menegakkan demokrasi, maka Hak Veto
itu haruslah segera dibuang, dihapuskan.
Selain Hak Veto, ada lagi
yang tak menunjang demokrasi. Yaitu konsep, sistim protokoler. Protokoler bertentangan dengan prinsip egalite. Dalam dunia
demokrasi maka “protokoler” tersebut juga harus dihapus, dilenyapkan. Jika tidak maka tak ada egalite, tak ada
demokrasi.
(BKS0704070720)
Sentra Kajian Islam Sinar Surya
Rencana aktivitas :
Ø
# mencari metoda menerapkan konstruksi banguan menurut perspektif
Islam.
Ø
# mencari metoda memanfa’atkan bidang konstruksi untuk dakwah
Islam.
Ø
# mendaras, mempelajari, mengkaji alQur:an, mulai dari surah Qaaf
(QS 50:45) tentang alQur:an alMajid (QS 50:1).
(BKS0703301100)