Pancasila dan Islam
Tujuan Hidup. Tujuan hidup dan kehidupan manusia,tujuan akhir manusia (ultimate goal)
menurut Islam adalah mendambakan ridha Allah swt,sehingga hanya kepadaNya lah menghambakan diri (simak antara lain QS 6:162).Sedangkan
tujuan akhir antara (intermediate goal) adalah terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah swt, yaitu baldatun
thaiyibatun wa rabbun ghafur. [Pedoman/pamdangan hidup : Qur:aan dan Sunnah. Tujuan hidup : Ridha Allah. Tugas hidup :Ibadah.
Peran/fungsi hidup : Khilafah. Bekal hidup : Amal dan Anfus. Teladan hidup : Rasulullah. Kawan hidup : Mukminin. Lawan hidup
: Setan, iblis, thagut dan khannas serta pengkuttnya : nafsu, khannas, kafir, munafiq].
Totalitas Islam : Totalitas
Islam mencakup seluruh bidang kehidupan : negara dan tanah air, pemerintahan dan ummat, akhlak dan kekuatan (rahmat dan keadilan),
ilmu dan uandang-undang (pengetahuan dan pengadilan), kebendaan dan harta kekayaan (usaha dan kejayaan), jihad dan da’wah,
militer dan fikrah, aqidah dan ibadah (Hasan alBanna : “Majmu’al Rasail” dalam Musthafa Muhammad Thahhan
: ‘Rekonstruksi Pemikiran Menuju Gerakan Modern”, 2000:36).
Masyarakat Islam. Masyarakat Islam adalah masyarakat
adil makmur yang diridhai Allah swt. Dalam masyarakat Islam itu yang berlaku adalah hukum-hukum Allah terhadap seluruh perlaku
kehidupan manusia, seluruh aktivitas kegiatan manusia, sehingga setiap warga memperoleh jaminan kedamaian, keamanan, kesejahteraan.
[Masyarakat Islam adalah masyarakat yang mau diatur oleh hukum Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Masyarakat islam adalah masyarakat
yang intinya (kernnya) terdiri dari orang-orang Islam yang tangguh, yang hidup matinya lillahi rabbibl’alamin, dan plasmanya
segenap orang tanpa membdakan asal, suku, agamanaya yang bersedia melakukan yang baik dan tidak melakukan yang jelek serta
siap sedia secara bersama-sama menindak yang melakukan tindak kejahatan dan menyelesaikan sengketa menurut hkum Allah].
Ciri-ciri
masyarakat Islam.
Sistem IPOLEKSOSBUDHANKAM yang diterapkan :
- terpadu, saling terintegrasi, saling kait-mengait. Sistem
ekonominya bebas dari lembaga riba, bebas dari system ekonomi Yahudi.
- berupaya terpenuhinya kebutuhan jasmani dan rohani,
material dan spiritual, duniawi dan ukhrawi, iman dan ilmu, akal dan kalbu secara proporsional.
- berupaya membangkitkan
motivasi dan inovasi terciptanya suasana dialogis, ukhuwah dan musyawarah. [Negara dan masyarakat Islam ditegakkan atas dasar
‘adalah, musyawarah, ukhuwah].
Setiap warganegara :
- berupaya menggunakan, memanfaatkan yang dimilikinya (kecendekiannya,
kepemimpinannya, keikhlasannya, kejujurannya, kedisiplinannya) untuk kemashlahatan, kepentingan sesama dan agama. (simak antara
lain QS 28:76-77). [Pilar Utama Negara dalam Islam terdiri dari : kepakaran teknokrat, ketulusan birokrat, kepedulian konglomerat,
kesetiaan yang melarat].
- terpenuhi kebutuhan primernya (sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, lapangan kerja).
-
Bebas secara layak menggunakan hak-hak sipilnya, hak-hak asasinya.(simak : “Pidato & Surat-surat Hasal AlBanna”,
1984:263-270, “Laangkah-langkah Menuju Perbaikan”).
Sumber Hukum Islam. Sumber dari segala sumber hukum
dalam Islam aalah Qu:r:an dan Suunah Rasul yang mampu membimbing akhlak seseorang, sehingga bisa membedakan mana yang hak
(yang benar) dan mana yang bathil (ysng salah).
Komponen pokok ajaran Islam. Komponen pokok ajaran Islam terdiri dari
: akidah, syari’ah (ubudiyah, mu’amalah : politik, ekonomi, budaya, pendidikan, hukum, keamanan, pertahanan, dll)
dan akhlak (etika, moral, mental attitude). Dalam Qur:an terdapat prinsip-prinsip umum (general principle) tentang politik
(seperti muaysawarah, pelaksanaan amanat), ekonomi dan perdagangan, sosial, pendidikan, hukum dan HAM (simak rinciannya antara
lain dalam Fathi Yakan : “Bagaimana Kita Memanggil Kepada Islam, 1978; 99-159, “Garis Besar Ajaran Islam : Di
bidang ‘Aqidah dan Dibidang Syar’iyah”0.
Tahapan langkah. Tahapan langkah menuju terwujudnya masyarakat
adil makmur dengan mengkonsolidasi seluruh potensi SDM umat (di bidang akidah, ubudiyah, akhlak, pendidikan, IPOLEKSOSBUDHANKAM)
(simak antara lain “Langkah Perjuangan Menegakkan Kalimatullah” yang disepakati para ulama dalam Majlis Islam
pada konferensi di Cisayong Jawa Barat; “Marahil amal (tahapan kerja)” menurut Hasan alBanna dalam “Risalah
Ta’lim”nya). [Syaksyiyah, Usrah, Ijtima’iyah, Daulah, Khilafah].
Pancasila. Pada awalnya, pada mulanya
Pancasila itu adalah formulasi, hasil rekayasa sinkretisme pemikiran filsafat Barat yang diperkenalkan Sukarno pada kali keempat
sidang pertama Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Zyumbi Tyoosakai) tanggal 1 Juni 1945 tentang dasar
Indonesia Me4rdeka yang kemudian diterima dalam Piagam Jakarta, dan yang selanjutnya direvisi dalam Pembukaan UUD-45 dengan
membuang anak kalimat “dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Pda
bagian akhir pidatonya atas petunjuk seorang ahli bahasa – demikian menurutnya – Sukarno mengusulkan Pancasila
sebagai nama bagi rancangan Dasar Negara Indonesia Merdeka yang dikemukakannya. Tapi para pendiri Negara Republik Indonesia
tak pernah memutuskan memberi nama Pancasila bagi Dasar Negara Repeublik Indonesia.
Sukarno adalah seorang insinyur,
sarjana teknik, ahli rekayasa, juga ahli retorika. Ia berupaya merekayasa suatu mosaik falsafah, pandangan hidup (weltanschawung)
bangsa Indonesia sebagai sinkretis dari pernik pemikiran filsafat Barat : Monotheisme, Nasionalisme, Humanisme, Demokratisme,
Sosialisme. Hasil rekayasanya inilah yang disampaikan Sukarno (dalam pidatonya pada tanggal 1 uni 1945) di dalam sidang Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Syunbi Tyoosakai), yang – atas petunjuk seorang ahli bahasa –
dinamakannya Pancasila, yang bisa diper5as menjadi Trisila (socio-nationalisme, socio-democratisme, ketuhanan) atau Ekasila
(gotong-royong).
Pemuka-pemuka Islam dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai)
menerima gagasan Pancasila Soekarno sebagai dasar negara Indonesia Merdewka karena adanya jaminan “pelaksanaan syari’at
Islam bagi pemeluknya”. Ketika mengemukakan dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan, Soekarno menyatakan
bahwa inilah (dasar musyawarah mufakat) tempat yang terbaik untuk memelihara agama. Ia mengajak pemuka-pemuka Islam agar pro
aktif bekerja keras supaya hukum-hukum yang keluar dari badan perwakilan rakyat itu hukum Islam. Dengan prasangka baik akan
hal demikian, maka pemuka-pemuka Islam menerima gagasan Pacasila Soekarno itu (simak antara lain : “SYIAR ISLAM”
(The Islamic Symbol), No.4, Th.V, Juni 1976, hal 10-12, “Bung karno : Sila Demokrasi Memungkinkan Perundang-undangan
Islam Asal Umat Islam Bersatu dan Berjuang”; Tentang sinkretisme, simak antara lain O Haseem : “Menaklukkan Dunia
Islam”, 1965:94-96).