1 Manipulasi terminologi Islam
Istilah, terminologi ajaran Islam sebenarnya mempunyai pengertian yang sudah baku. Namun demikian, disamping
yang berpegang pada pengertian baku, ada pula yang memanipulasi, mereduksi, meredusir pengertian yang sudah baku itu.
Ada yang memahami bahwa menegakkan syari’at Islam adalah berpegang pada rukum iman yang enam dan menjalankan
syari’at Islam yang lima (syahadat, shalat, shaum, zakat, haji). Memahami bahwa Khalifah di kalangan Muslimin adalah
semacam Paus di kalangan Katholik Kristen. Khalifah itu tanpa kekuasaan (politik, militer). Istilah-istilah jama’ah,
imamah (imarah), bai’at, tha’at sama sekali tak terkait dengan kekuasaan (politik, militer). Tujuan khilafah adalah
agar dapat beribadah secara tertib dan terpimpin. "Islam hanyalah da’wah diniyah. Semata-mata mengatur hubungan manusia
dengan Tuhan. Tak ada hubungan apa-apa dengan masalah keduniaan, seperti urusan peperangan dan urusan politik". "Agama adalah
satu hal, dan politik adalah suatu hal yang lain". "Qur:an tak pernah memerintahkan agar negeri diatur, ditata oleh Islam".
Ada pula yang memahami bahwa menegakkan syari’at Islam itu adalah berpegang pada prinsip-prinsip umum
dari hukum Islam (hakikatnya, nilainya, semangatnya, jiwanya), sedangkan penerapan pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi,
kondisi, suasana, tempat, waktu (makan, zaman). "Islam itu hanya sebatas hakikat, sebatas nilai". Yang diperlukan hanyalah
menggali nilai-nilai syahadat, shalat, shaum, zakat, haji, qurban, jihad, dan lain-lain. Sedangkan bentuk, ujud, format, kaifiat
dari syahadat, shalat, shau, haji, qurban, jihad, dan lain-lain terserah selera masing-masing sesuai dengan perubahan zaman.
Ada pula yang memahami bahwa menegakkan syari’at Islam itu adalah berpegang pada rukun iman yang enam
dan menjalankan rukun islam yang lima, serta berjama’ah bersama-sama seara kolektif memberlakukan hudud yang ditetapkan
Allah sebagai hukum positif seperti yang pernaha dilaksanakan oleh Rasulullah. Islam itu meliputi semua aspek kehidupan, termasuk
politik, militer. Khilafah itu merupakan kekuasaan (politik, militer) untuk memberlakukan hudud, syari’at yang ditetapkan
Allah.
Untuk memberlakukan hudud, menegakkan syari’at Islam ada yang menempuh jalur pendidikan dan bimbingan
(tarbiyah dan taklim). Ada yang menempuh jalur pengabdian masyarakat, aksi sosial. Ada yang melalui dekrit pemerintah, menempuh
jalur politik, jalur parlemen. Ada yang menempuh jalur kekuatan militer, dengan kekuatan senjata.
Hasan al-Banna dengan Ikhwanul Musliminnya di Mesir, Maududi dengan Jami’ah Islamiyahnya di Pakistan
lebih memusatkan perjuangannya melalui jalur politik, jalur parlemen. Di Indonesia, Soekarno pernah menganjurkan memilih jalur
parlemenini, namun ia sendiri berseberangan dengan Islam. Kartosuwirjo lebih maju, memilih jalur perjuangan bersenjata dengan
memproklamasikan berdirinya Negara karunia Allah, Negara Islam Indonesia (NII).
Bagaimana pun, realisasinya sama sekali tergantung semata-mata dari anugerah karunia Allah, seperti tampilnya
Umar bin Abdul Aziz yang jauh sangat berbeda dengan keluarganya dalam kalangan Bani Umawiyah (Umaiyah ?).
2 Soal Menegakkan Syari’at Islam
1 Risalah ALJAMA’AH No.7/Th.II/2000 (November 2000) tampil mengusung kajaian "Upaya Muslimin Menegakkan
Syari’at Islam".
2 Disi kalangan Muslimin ada yang memahami bahwa menegakkan syari’at Islam itu adalah berpegang pada
rukum iman yang enam dan menjalankan rukun islam yang lima (syahadat, shalat, shaum, zakat, haji). Dan ada pula yang memahami
bahwa menegakkan syari’at Islam itu adalah berpegang pada prinsip-prinsip umum dari hukum Islam (hakikatnya, nilainya,
semangatnya, jiwanya), sedangkan penerapan pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi, kondisi, suasana, tempat, waktu (makan,
zaman). Dalam hubuangan ini bagaimana pandangan Redaksi ALJAMA’AH ?
3 Dikemukakan bahwa Imam Muslim meriwayatkan "Bila dibai’at dua orang khalifah, maka bunuhlah yang
terakhir dibai’at" Hal 3, 53). Siapa yang dimaksudkan dengan "khalifah" oleh Rasulullah dalam hadits ini ? Bagaimana
penerapan hadits ini oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib terhadap Khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan ? Dan sejak itu sampai
tahun 1924 mana saja Khalifah yang sah dan mana pula pelaku bughat yang harus dibunuh (Bani Umaiyah, Abasiyah, Fathimiyah,
Maameluk, Osmaniyah, Safawiyah) ? Apakah mapu "membunuh" (menumpas ?) khalifah bughat tanpa memiliki kekuasaan (otoritas politik,
militer, strategi) ?
4 Dikemukakan bahwa Imamah/Khilafah itu sudah ditegakkan oleh Wali Al-Fattah bersama muslimin lainnya sejak
20 Agustus 1953 yang pembai’atannya diumumkan melalui Harian Umum PEDOMAN dan KENGPO, serta disiarkan di Raddio Australia
dalam Bahasa Inggeris (hal 3, 4, 12). Namun ada pula yang memandang bahwa pembai’atan Wali Al-Fattah itu hanya sebatas
kaum kerabat (keluarga), bukan oleh umat, bahkan bukan oleh Jama’ah Muslimin se-Dunia (hal 19). Bagaimana pandangan
Redaksi ALJAMA’AH tentang legalitas dan otoritas (de facto dan de jure) Kekhalifahan Wali Al-Fattah itu ?
5 Dikemukakan bahwa Perjuangan Umat Muslimin Menegakkan Syari’at Islam melalui sistim politik parlementer-konstitusional,
dalam perjalanan sejarah, baik evolusioner maupun revolusioner, tidak pernah berhasil (hal 13). Apa memang pernah ada dalam
catatan sejarah bahwa setelah Khulafaur-Rasyidin al-Mahdidyin terdapat perjuangan umat Muslim yang berhasil Menegakkan syari’at
Islam ? Apa bukan khilafah (kekuasaan) itu hanyalah anugerah karunia Allah semata, seperti tersirat dalam QS Ali Imran 3:26
? (Bks 27-12-2000).
6 Dikemukakan bahwa Kartosewirjo dibai’at tahun 1949( 7 Agustus) sebagai Imam NII (Negara Islam Indonesia).
Wali al-Fattah dibai’at tahun 1953 (20 Agustus) sebagai Imam Jama’ah Muslimin di depan Ummat Islam Indonesia di
Jakarta dan mendapat tanggapan positip dari Raja Arab Saudi tahun 1972. Muhyiddin Hamidy dibai’at tahun 1976 (20 November)
sebagai Imam Jama’ah Muslimin kedua. Abdul Qadir Baraja dibai’at tahun 1997 sebagai Amirul Mukminin bagi kaum
Muslimin di seluruh dunia. Nurhasan al-Ubaidah dibai’at sebagai Imam Islam Jama’ah (hal 4, 7, 9, 12, 13). Bahwa
keberadaan dan tidaknya imamah, imarah, khilafah, mulkiyah atas kehendak Allah (disimak juga dari QS Ali Imran 3:26). Khilafah
hanya 30 tahun (masa Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali). Setelah Kekhilafahan Ali sampai tahun 1953 yang ada hanyalah Mulkiyah
(Mulkan ‘adhan dan mulkan jabbariyah) (Masa kekosongan Khilafah) (Hal 11). Bahwa ada yang memahami Khalifah di kalangan
Kaum Muslimin itu semacam Paus di kalangan katholik Kristen. Khalifah itu tanpa kekuasaan (politik, militer). Istilah-istilah
jama’ah, imamah 9imarah), bai’at, tha’at sama sekali tak terkait dengan kekuasaan (politik, militer). Islam
itu sangat santun, jauh dari kekerasan. Tujuan khilafah adalah agar dapat beribadat secara tertib dan terpimpin. Namun ada
pula yang memandang bahwa Islam itu meliputi semua aspek kehidupan, termasuk politik, militer. Yang keberataan tunduk di bawah
al-Qur:an, harus ditundukkan dengan kekuasaan (sulthan). Khilafah itu merupakan kekuasaan (politik, militer) untuk menjalankan
pemerintahan dunia secara Islam menurut tuntunan Allah dan RasulNya (hal 13, 15). Dipertanyakan : Apakah Wali al-Fattah itu
Khalifah, Imamul Muslimin, Amirul Mukminin yang diakui dan ditha’ati oleh dunia Islam (secara de facto) dan ditakuti
serta diperhitungkan oleh non-Islam (secara de jure) yang mampu menunaikan amanah "Bila dibai’at du orang khalifah,
maka bunuhlah yang terakhir dibai’at" ?
3 Jama’ah Muslimin dan Islam Jama’ah
1 Bulan Desember 1938, Wali al-Fattah bersama Sukiman Wirjosandjojo dan Wiwoho Purbohadidjojo membentuk Partai
Islam Indonesia (PII) di Surakarta. Pada 20-25 Desember 1949 di Yogyakarta diselenggarakan Kongres Muslimin Indonesia (KMI).
Ketua panitia Pusat KMI, Wali al-Fattah mengemukakan bahwa "Ummat Islam menghendaki persatuan bukan perpecahan. Ummat Islam
menghendaki kerjasama antara segenap Ummat Islam, bukan berdendam hati bermusuh-musuhan satu dengan yang lain (Majalah KIBLAT,
No.15/XXXI, hal 8).
2 Pada tahun 1953 (20 Agustus) di Jakarta oleh para Jama’atul Muslimin Hizbullah dibai’at Wali
al-Fattah sebagai Imam dan Khalifah Dunia. Waktu itu Wali al-Fattah menjabat Kepala Biro Politik Kementerian Dalam Negeri
RI di jaman demokrasi parlementer. Wali al-Fattah memperkenalkan Doktrin Imamah dan Jama’ah (Doktrin Bai’at, Amir,
Jama’ah, Ta’at : "Sesungguhnya tiada Islam tanpa jama’ah, dan tiada jama’ah tanpa imarah, dan tiada
imarah tanpa tha’at", HR Darimi). Diantara yang ikut berbai’at adalah Madekal (Madigol) yang kemudian dikenal
dengan H Nurhasan al-Ubaidah Lubis (Luar Biasa) sebagai Amir Al-Imam Islam JAMA’AH.
3 Sekitar tahun 1960 Bambang Irawan Hafuludin ikut berbai’ah kepada Wali al-Fattah dengan berhadapan
langsung di rumah Wali al-Fattah di Jalan Cideng Jakarta. Wali al-Fattah punya hubuangan dengan Ali Murtopo. Mengenai hubungan
ini dapat disimak dalam buku karya Wali al-Fattah "Al-Khilafah ‘Ala min Hajin Nubuwah".
4 Pada tahun 1951 oleh H Nurhasan al-Ubaidah didirikan Darul Hadits/ISLAM JAMA’AH. Tanggal 18 Juni
1967, kemudian tanggal 22 Oktober 1967 oleh Pangdam VII/Brawijaya. Darul Hadits/ISALAM JAMA’AH dilarang. Tanggal 29
Oktober 1971 oleh Jaksa Agung, Darul Hadits/ISLAM JAMA’AH, Jama’ah Qur:an-Hadits, Yayasan Pendidikan Islam Jama’ah
(JPID), Yayasan Pondok Pesantren Nasional (YAPPENAS) dilarang. Secara aktif ISLAM JAMA’AH dibina oleh Jenderal Sujono
Umardhani dan Jenderal Ali Murtopo bersama perwira-perwira OPSUS-nya. Pengikut ISLAM JAMA’AH dalam Pemilu 1971 mendukung
GOLKAR (Kutipan makalah KH Ibrahim ash-Shiddiq Adiputra, oleh H Bambang Hafiluddin, 9 Maret 1997).
5 Untuk menampung mantan anggota Darul Hadits/ISLAM JAMA’AH yang dilarang Jaksa Agung RI 29 Oktober
1971, didirikan LEMKARI (Lembaga Karyawan Indonesia) pada 13 Juni 1972 yang kemudian berafiliasi ke GOLKAR. Tahun 1981 LEMKARI
dalam MUBES-II nya berganti nama dari Lembaga Karyawan Indonesia menjadi Lembaga Karyawan Dakwah Islam (LEMKARI). Sesuai dengan
UU No.8 tahun 1985, LEMKARI tidak lagi di bawah GOLKAR. Sesuai dengan Keputusan Kongres/Muktamar 1990, LEMKARI berubah/berganti
nama menjadi Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) (LDII, oleh Pusat Penelitian Pengembangan Kehidupan Beragama Departemen
Agama RI, Jakarta, 1996).
6 Kelompok Ali Murtopo cs melalui CSIS-nya memasok hampir seluruh konsep-konsep pemerintahan Orde Baru, baik
untuk birokrasi maupun militer. "Kelompok Ali Murtopo cs dengan CSIS-nya telah berhasil mensuplai/mendominasi gagasan kebijaksanaan
pemerintah Orde Baru, sehingga pemerintah Orde Baru di bawah Presiden Soeharto berada di bawah kekuasaan dan kendali mereka"
(Risalah ALJAMA’AH sempat curiga bahwa Kongres Mujahidin I Yogyakarta dirancang oleh CSIS untuk dihabisi : No.07/Th.II/2000,
hal 7).
7 Informasi dan konfirmasi dapat diperoleh dari mantan aktivis ISLAM JAMA’AH. H Bambang Irawan Hafiludin,
Jl Syahrin No.6, RT-06/07 Gandaria Utara, Jakarta Selatan 12140, Tilp 7254639).
4 Jalan Menuju Merdeka
Kemerdekaan sejati (hakiki) adalah bebas-mrdeka, berdaulat, berlakunya hukum, ajaran Allah. Setiap orang
bebas-merdeka melaksanakan ibadahnya menurut agamanya masing-masing. Yang Yahudi bebas-merdeka menjalankan hukum, ajaran Taurat.
Yang Nasrani bebas-merdeka menjalankan hukum, ajaran Injil. Yang Muslim bebas-merdeka menjalankan hukum, ajaran Qur:an (QS
Ma:idah 5:66). Di mana-mana, di biara-biara, di gereja-gereja, di masjid-masjid bebas-merdeka menyebut nama Allah, mensucikanNya,
memujiNya, mengagungkanNya (QS Haj 22:40).
Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 Ir Soekarno mengajak pemuka Islam bekerja sehebat-hebatnya agar supaya
sebagian terbesar kursi DPR diduduki oleh utusan-utusan Islam, sehingga hukum-hukum yang dihasilkan DPR itu adalah hukum Islam.
Namun sayang, dalam praktek perjuangannya, Ir Soekarno sebenarnya sama sekali tak tertarik memperjuangkan bebas-merdekanya
hukum, ajaran Allah.
Selain melalui jalur politik-parlementer-konstitusional (DPR/MPR), Dr Yusuf Qardhawi mengemukakan beberapa
jalan lagi yang pernah diperbincangkan sebagai strategi dakwah, jihad bagi bebas-merdekanya hukum, ajaran Allah. Pertama,
jihad dengan dekrit pemerintah, pengemuman pemerintah. Kedua, jihad dengan kekuatan militer, dengan kekuatan senjata. Ketiga,
dengan pendidikan dan bimbingan (tarbiyah dan taklim). Keempat, jihad dengan pengabdian masyarakat (aksi sosial, tabligh).
Di samping itu ada pula jihad dengan harta (amwal).
Bagaimana pun, realisasinya sama sekali tergantung semata-mata dari anugerah karunia Allah, seperti tampilnya
Umar bin Abdul Aziz yang sangat jauh berbeda dengan keluarganya dalam kalangan Bani Umawiyah.
Berbeda dengan Soekarno, Kartosuwirjo lebih maju, sangat kommit dengan Islam, dan memilih perjuangan bersenjata,
agar tak ada lagi fitnah, gangguan bagi kebebasan berlakunya hukum, ajaran Allah (QS Baqarah 2:193, Anfal 8:39), sehingga
kalimat Allah itu benar-benar berdaulat (hiya al’ulya). Hasan al-Banna dengan Ikhwanul Musliminnya di Mesir, Maududi
dengan Jami’ah Islamiyahnya di Pakistan lebih memusatkan perjuangannya melalui jalur politik, jalur parlemen.
Namun bagaimana pun, kemerdekaan itu bukanlah diperoleh dari hadiah pemberian penguasa mana pun, tapi harus
direbut diperjuangkan (biljihad) dengan mengorbankan harta (amwal) dan nyawa (anfus). Bila benar-benar ingin merdeka, maka
Moro, Patani, Kashmir, Chechnya, Palestina, Kurdistan, Sinkiang juga Aceh Darussalam, maka harus senantiasa siap mengorbankan
harta kekayaan dan jiwa raga untuk kemerdekaan itu, bukan dengan mengemis-ngemis minta kasihani. "Mohonkanlah pertolongan
kepada Allah dan bersabarlah. Sesungguhnya bumi ini kepunyaan Allah, dipusakakanNya kepada siapa yang dikehendakiNya dari
hamba-hambaNya" (QS A’raf 7:128) (Bks 13-12-2000).
5 Menyoal konsistensi dakwah
Pada perdebatan Konstutante (1956-1959) ada dua pihak.
Pertama, pihak Islam yang menuntut kembalinya tujuh
kata tentang kewajiban melaksanakan syari’at Islam
bagi pemeluknya ke dalam Pembukaan UUD-45 seperti
asalnya dalam Piagam Jakarta. Kedua, pihak nasionalis
sekuler netral agama yang menantang dan menolaknya.
Pemungutan suara dilakukan tiga kali. Hasilnya, tidak
ada pihak yang mencapai dua pertiga suara (SABILI
6-VIII:33).
Untuk Sidang Tahunan MPR-2000, Badan Pekerja MPR
mempersiapkan empat alternatif (opsi) bagi amandemen
ayat 1 pasal 29. Pertama, Negara berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa. Kedua, Negara berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syari’at
Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Ketiga, Negara
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban
melaksanakan ajaran agama bagi masing-masing
pemeluknya. Keempat berdasarkan Pancasila (idem
6-VIII-20).
Mutammimul ‘Ula, anggota Fraksi Reformasi dari Partai
Keadilan menambahkan lagi khilafiyah (opsi) kelima,
Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan
kewajiban menjalankan Islam (tanpa syari’at) bagi
pemeluknya. Alasan ijtihadnya, bahwa syari’at
berkaitan dengan fiqih (maunya tak berkaitan dengan
fiqih). Juga dalam al-Qur:an tak ada kata syari’at,
yang ada kata syar’iah (apa sih beda substansinya
antara akhiran t dan h ?). Dan yang diperintahkan
adalah aqimuddin, bukan menegakkan syari’at Islam
(idem 6-VIII:26).
Menurut Dr Daud Rasyid Sitorus MA (Anggota Dewan
Syar’iah Partai Keadilan ?) bahwa kendati Partai
Keadilan berada dalam satu Fraksi dengan PAN,
seharusnya Partai Keadilan mengomandoi perjuangan
amandemen pasal 29 UUD-45 ini agar sesuai dengan
Piagama Jakarta (idem 6-VIII:25).
Bahkan orang-orang muda semacam Mutammimul ‘Ula, Daud
Rasyid Sitorus, Yusril Ihza Mahendra, Eggi Sujana
(idem 6-VIII:9), dll, sebaiknya berada dalam satu saf,
satu barisan, satu front perjuangan bagi tegaknya
hukum Allah sebagai hukum positif.
Untuk mencapai suara terbanyak (walaupun tidak sampai
dua pertiga), maka pemunguan suara bagi ke-empat opsi
(alternatif) yang disiapkan Badan Pekerja MPR tersebut
sebaiknya dilakukan sampai tiga kali.
Namun harapan tersebut tak pernah tercapai. Menurut
Prof Dr Deliar Noer, ini disebabkan oleh karena
kondisi riil kalangan Islam tidak konsisten dalam
pendiriannya (idem 6-VIII:33). Dan juga, menurut DR
Daud Rasyid Sitorus MA, karena umat Islam sering tidak
mempunyai rencana yang matang untuk menghadapi masa
depannya (idem 6-VIII:24). Disamping tak istiqamah
(konsisten dan konsekwen), tak punya planning, pun tak
ada keseriusan. Bahkan SABILI sendiri tak menunjukkan
keseriusan dan kegigihan.
Beberapa waktu yang lalu, SABILI memang pernah
menggugat berhala Pancasila (idem 26-VIII). Namun
SABILI (bahkan sampai Sidang Tahunan MPR-2000) tak
pernah secara gigih, serius, berkesinmbungan
menjelaskan kelemahan dan kekuatan UUD-45 dengan
Pancasilanya (baik mengenai HAM, Hak Prerogatif
Presiden, Alat Perlengkapan Negara, Alat Pertahanan
Negara, Alat Keamanan Negara, Kewajiban Kepala Negara,
Penyidangan Pejabat Negara, dan lain-lain).
Juga SABILI tak pernah secara serius berkesinambungan
menyajikan uraian/kajian yang meyakinkan akan
keunggulan keadilan syari’at Islam secara aktual, baik
teoritik, maupun empirik, yang sekaligus mencakup
uraian/kajian mengenai penanganan ekonomi, moral,
hukum secara serempak menyeluruh.
Mskipun menyatakan bahwa tiras SABILI yang lebih dari
100 ribu eksemplar saat ini tak akan membuat cepat
berpuas diri (idem 25-VII:2), namun tak dapat
dipungkiri terbersit kebanggaan bahwa tiras SABILI
sudah menembus angka 100 ribu (idem 19-VII:2)(Bks 6-9-2000)
6 Umat Islam Indonesia ini hendak kemana ?
Apa yang diperjuangkan pemimpin-pemimpin umat Islam
Indonesia ini ? Untuk mencari jawaban pertanyaan ini,
barangkali dapat ditelusuri dari perjuangan beberapa
pemimpin yang dapat dikwalifikasikan/dipandang
mewakili pemimpin-pemimpin umat Islam Indonesia.
Antara lain Pangeran Diponegoro di Jawa yang
memperjuangkan terbentuknya negara berdaulat (merdeka)
di bawah pimpinan seorang Amirul Mukminin. Kedua,
Tuanku Imam Bonjol dengan kaum Paderinya di Sumatera
yang memperjuangkan lenyapnya adat (ideologi lokal)
dan menggantinya dengan aturan-aturan agama (Islam).
(Anwar Sanusi : "Sejarah Indonesia" III, 1951:50,62).
Ketiga, pemimpin ummat Islam Indonesia dalam sidang
BPUUPKI (seperti Ki Bagoes Hadikoesoemo, dr Soekiman
wirjosanjojo, Abikusno Tjokrosujoso, Abdul Kahar
Muzakir, Agus Salim, Wahid Hasyim) memperjuangkan
Islam sebagai dasar negara (Agama negara adalah Islam
dengan menjamin kemerdekaan orang-orang beragama lain
untuk beribadat menurut agamanya masing-masing.
Presiden ialah orang Indonnesia asli dan beragama
Islam) (ESTAFET 12, 10-1986:24-25, Prof.JHA Logemann :
"Keterangan-Keterangan Tentang Terjadinya UUD-1945",
hlm 21). Keempat, pemimpin-pemimpin umat Islam
Indonesia dalam sidang Konstituante hasil pemilu 1955
yang memperjuangkan agar redaksional Pembukaan UUD-45
dikembalikan seperti konsensus semula yaitu seperti
dalam Piagam Jakarta. Perjuangan tersebut tak
berhasil. Kenapa ? Karena Islam itu belum mengakar.
Belum ada badan, tubuh, kaki, tangan, bagian, anggota
yang mendukung, yang menyangga. Belum dapat hidup,
meskipun sudah ada kepala. "Kita, berkata, 90% dari
pada kita beragama Islam, tetapi lihatlah dalam sidang
BPUUPKI, berapa persen yang memberikan suaranya kepada
Islam ? Hal ini adalah salah satu bukti, bahwa Islam
belum mengakar, belum hidup-sehidupnya di dalam
kalangan rakyat (Indonesia)" ungkap Ir Soekarno dalam
Pidato Lahirnya Pancasila (1947:31).
Manusia dalam hidupnya bisa bertukar warna (haluan)
dari bergerak maju (revolusioner) ke bergerak mundur
(konservatif-reaksioner), dan sebaliknya. Presiden
Soekarno tak luput dari ini. Beliau tergoda dengan
pujian, sanjungan, gelar kehormatan, nikmat kekuasaan.
Tak ada pemerintah yang dengan sukarela membatasi
sendiri kekuasaannya. Pemerintah hanya mau memberikan
hak-hak politik kepada anggota masyarakat, kalau
dinilai masih sesuai dengan kepentingannya dan tidak
membahayakan kekuasaannya (PANJI MASYARAKAT 447,
21-10-1984:47-48). Ketika sidang Konstituante masih
belum tuntas berhasil mengambil kesepakatan, Presiden
Soekarno segera membubarkan Konstituante dan
menyatakan kembali ke UUD-45 serta membentuk Kabinet
Presidentil. Dengan Kabinet Presidentil memungkinkan
terwujudnya suatu kepemimpinan nasional yang kuat.
Presiden bisa bertindak mengangkat dan memberhentikan
para Menteri yang merupakan pembantunya. Sedangkan
Parlemen tak kuasa menjatuhkan Presiden (Soegiarso
Soerojo : "Siapa Menabur Angin" 1988:101-102). (UUD-45
lebih besar memberi kekuasaan pada bidang eksekutif,
sedangkan UUDS-50 lebih besar memberi HAM pada
warganegara).
Dalam pandangan Hamka, ummat Islam wajib berikhtiar
agar Islam dalam keseluruhannya berlaku pada
masing-masing pribadi, lalu kepada masyarakat,
kemudian kepada negara. Selama hayat dikandung badan,
harus berjuang terus agar Islam dalam keseluruhannya
dapat berdiri dalam kehidupan. Jangan sampai mengakui
bahwa ada satu peraturan lain yang lebih baik dari
peraturan Islam ("Tafsir al-Azhar" II, 1983:174)..
"Jika ada jami’ah atau wadah ummat Islam yang
mencita-citakan berlakunya ajaran Islam yang berhaluan
ahlussunnah wal jam’ah di tengah-tengah kehidupan di
dalam wadah negara RI yang berlandaskan Pancasila dan
UUD-45, agaknya bukan sesuatu yang belebihan". "Sama
sekali bukan pengkhianatan terhadap konstitusi 1945
yang pemberlakuannya kembali melalui Dekrit 5 Juli
1959". Dalam konsideran Dekrit Presiden 5 Juli 1959
secara tegas dinyatakan bahwa Piagam Jakarta
tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai UUD-45 dan merupakan
suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut,
ujar M.Said Budairy (REPUBLIKA, 18-8-1996:2).
Dalam BPUUPKI, Ir Soekarno menyeru pemimpin-pemimpin
ummat Islam Indonesia bekerja sekeras-kerasnya untuk
menggerakkan segenap rakyat, mengarahkan
sebanyak-banyaknya pemuka-pemuka, utusan-utusan Islam
duduk dalam badan perwakilan rakyat, sehingga
hukum-hukum yang keluar dari badan perwakilan rakyat
itu hukum Islam pula (Bks 9-10-96).
7 Menyoal pemberlakuan syari’at Islam
Sungguh sangat simpatik pernyataan Haib Husein
al-Habsyi bersama kawan-kawan yang antara lain
menuntut Sidang Umum MPR mendatang mempersiapkan
Referendum Nasional dengan opsi pemberlakuan syari’at
Islam dalam hukum nasional (SABILI, No.15, 5 Januari
2000, hlm 55).
Empat puluh lima tahun yang lalu (tahun 1955)
wakil-wakil parpol Islam dalam Sidang Konstituante
menuntut agar Piagam Jakarta sebagai ikrar kesepakatan
bersama pada 22 Juni 1945 yang pernah dikhianati pada
18 Agustus 1945 dengan menghilangkan "dengan kewajiban
menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya",
dikembalikan seutuhnya sebagai Pembuka UUD. (Khannas
sebaliknya menuding bahwa yang berupaya mengembalikan
Piagam Jakarta itu adalah orang-orang yang mengingkari
sejarah pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan kebhinekaannya).
Namun secara inkonstitusional, tuntutan pengembalian
Piagam Jakarta Tersebut disambut dengan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 yang membubarkan konstituante
hasil pilihan rakyat dan memberlakukan kembali UUD-45.
Berdasarkan perspektif historis dan tekstual, UUD-45
tetap saja bersifat sementara (Ayat 2 Aturan
Tambahan). Bahkan semangat dan jiwa UUD-45 bersifat
mendua, antara demokratis dan anti-demokratis
(Muhammad Yamin : "Proklamasi dan Konstitusi RI",
1952:90).
Sesuai kondisi riil masa kini, maka referendum dengan
opsi pemberlakuan syari’at dan hudud Islam seyogianya
bersifat lokal, daerah per daerah, namun
penyelenggaraannya bisa saja serentak di seluruh
nusantara oleh pemerintah pusat.
Semoga bangsa ini tidak lagi mengkhianati ikrar yang
telah disepakati bersama, dan semoga tidak mendapat
kutukan dan laknat dari yang memberi kemerdekaan (Bks 27-1-2000)
8 Menyoal Dasar Perjuangan
Jika sekiranya masyarakat Tanah Rencong berjuang hanya
agar syari’at Islam, hukum Allah berdaulat, berkuasa
di bumi Aceh, insya-Allah kemenangan akan diperoleh
dengan idzin Allah.
Siapa yang berjuang (berperang) semata-mata untuk
menegakkan kalimat (agama) Allah, kata Rasulullah,
maka itulah (perjuangan) fi-sabilillah (HR Bukhari,
Muslim dari Abu Musa Asy’ari).
Jika kamu menolong (agama) Allah, kata Allah, niscaya
Allah menolong kamu dan menetapkan telapak kakimu (QS
Muhammad 47:7).
Sesungguhnya orang-orang yang berkata "Tuhan kami
ialah Allah", kemudian berlaku lurus, kata Allah, maka
tiadalah mereka takut dan tiada pula berduka cita (QS
Ahqaaf 46:13).
Bilamana perjuangan didasarkan pada rasa kebanggaan,
kemegahan, kejayaan, kepahlawanan, kebangsaan,
kesukuan, kedaerahan, dan lain-lain, maka di sisi
Allah tak ada nilainya sama sekali.
Dalam perjuangan, yang paling penting dari yang
penting adalah meluruskan, membetulkan niat, motivasi,
dasar perjuangan itu sendiri, yaitu hanya semata-mata
untuk tegak berdaulatnya kalimatullah (Islam) (Bks 20-8-99).
9 Menyoal pendirian
Semula berpendirian bahwa untuk dapat berlakunya hukum
Allah sebagai hukum positip di tengah masyarakat butuh
adanya suatu kekuasaan pelaksana. Karena itu perlu ada
usaha, upaya untuk memperoleh kekuasaan itu.
Barangkali pendirian ini mengacu (bertaklid) pada
pendirian Ibnu Taimiyah yang menyatakan bahwa negara
Islam itu harus diadakan untuk terlaksananya
undang-undang Islam (untuk melaksanakan hukum Qur:an,
dan bukan untuk memusyawarahkan hukumnya).
Namun kemudian setelah beberapa kali melakukan kaji
ulang (muhasabah), maka kini pendirian itu berubah
seratus delapan puluh deraajat, bertolak belakang sama
sekali. Kini terperangkap dalam pendirian bahwa
kekuasaan (termasuk juga kekayaan) adalah anugerah
Allah semata, hak prerogatif mutlak dari Allah, tanpa
secuilpun campur tangan siapapun (disimak dari QS
3:26, 13:26, 16:71, dan lain-lain).
Perubahan pendirian ini bukan disebabkan oleh maraknya
isu bahwa "tak ada negara Islam" dalam Qur:an dan
Hadits. Tapi lebih bertolak dari visi dan persepsi
tentang data sejarah. Reformasi yang terjadi
belakangan ini pun semata-mata digerakkan oleh Allah,
tanpa campur tangan manusia. Tak seorangpun, tak
satupun kelompok yang menggerakkan reformasi.
Diantara Rasul, hanyalah Daud dan Sulaiman yang
dianugerahi oleh Allah berupa kekuasaan (sebagai
raja). Allah memberikan kekuasaan kepada Namruz, bukan
kepada Ibrahim, kepada Fir’aun dan bukan kepada Musa.
Allah memberikan kekayan kepada Qarun, bukan kepada
Khidir. Allah memberikan IPTEK kepada Haman, dan bukan
kepada Musa atau Khidir. Semuanya ada hikmah/rahasia
yang tak dapat dipahami manusia. "Aku mengetahui
apa-apa yang tiada kamu ketahui" (QS 2:30).
Baik Ibrahim, maupun Musa tak pernah berupaya
menyusun, menggalang kekuatan, menggembleng dan
mengerahkan massa untuk meruntuhkan kekuasaan
penguasa, baik Namruz maupun Fir’aun. Bahkan Musa
hanya berupaya menyelamatkan diri dan pengikutnya
dengan menyeberangi Laut Merah untuk dapat selamat
dari kejaran pasukan Fir’aun. Keruntuhan kekuasaan
Namruz dan Fir’aun pun semata-mata atas iradat dan
kodrat Allah tanpa campur tangan Ibrahim dan Musa.
Semuanya sesuai dengan ketetapan Allah sendiri
(disimak dari QS 35:43, 33:62, 48:23).
Bangkitnya Islam pun di Tanah Arab bukanlah atas usaha
dan upaya dari sisa-sisa pengikut ajaran Nabi Ibrahim,
tetapi semata-mata atas anugerah Allah yang telah
menghadirkan Rasul-Nya Muhammad saw sebagai penggerak
pertama di sana. (Dr Mushthafa as-Siba’I : "Sari
Sejarah Dan Perjuangan Rasulullah saw", 1983:30, Dr
Muhammad Said Ramadhan al-Buthy : "Sirah Nabawiyah I",
1992 :45-46).
Umar bin Abdul Aziz berubah dari pemuda glamour,
foya-foyqa, pelesiran menjadi manusia zuhud (bukan
hamba harta-dunia), bukanlah atas usaha keluarga,
masyarakat, lingkungannya, tetapi semata-mata anugerah
Allah, bukan mengikuti teori/hukum Stern, bahwa
manusia itu ditentukan oleh bawaan/bakat dan
milieu/lingkungan. Bawaan/bakat manusia itu mencakup
kefasikan dan ketakwaan (disimak dari QS 91:8).
Masyarakat yang berada di bawah pemerintahan Khalifah
Umar bin Abdul Aziz (yang hanya berlansung dua tahun
dari 99 sampai 101 Hijriyah), itulah masyarakat yang
benar-benar masyarakat adil dan makmur. Sayangnya tak
tercatat dalam catatan sejarah bahwa masyarakat
sebelum itu, yaitu masyarakat bani Umaiyah adalah
masyarakat yang benar-benar masyarakat IMTAQ. Masih
saja terdapat rahasia (faktor X) yang menjadi
persyaratan terwujudnya masyarakat IMTAQ yang
sempurna. Manusia tak pernah tahu waktunya (QS 7:34,
10:49). Yang sempat diketahui adalah bahwa masyarakat
yang akan memperoleh keadilan, kemakmuran, berupa
kemajuan IPTEK, keberkahan (QS 7:96), kebebasan dari
bencana (QS 5:65), kekuasaan (QS 24:55), adalah
masyarakat yang benar
benar masyarakat IMTAQ.
"Jika hamba-hamba-Ku ta’at kepada-Ku, Kujadikan hati
raja-raja mereka penuh kasih sayang kepada mereka, dan
apabila mendurhaka kepada-Ku, Kujadikan raja-raja
penuh kemarahan dan kebengisan sehingga menganiaya
mereka dengan siksa yang buruk. Maka jangan sibukkan
dirimu dengan mengutuk raja-raja, tetapi sibukkan
dirimu dengan dzikir dan berdo’a secara khusyu’ supaya
Kulindungi kamu dari raja-rajamu" (HR Abu Nu’aim,
Thabari dalam "Koreksi Pola Hidup Umat Islam",
1986:52, oleh Muhammad Zakaria al-Kandahlawi). Usaha
yang wajib dilakukan adalah menyeru mengajak
orang-orang untuk menjadi masyarakat IMTAQ.
Pendirian bahwa semuanya adalah atas iradat dan kudrat
Allah secara mutlak, tanpa campur sedikitpun dari
makhluk, pernah diberi cap/label/stigmatisasi sebagai
pendirian "jabariyah". Tapi apakah ajaran Jabariyah
itu termasuk pada ajaran kufur ? Apakah ajaran
Jabariyah itu mengandung unsur syirik. Apalkah ajaran
jabariyah itu bertentangan dengan ajaran Tauhid, yang
mengajarkan bahwa tak ada satu pun sekutu (termasuk
sekutu dalam kekuasaan) bagi Allah swt (Bks 11-3-98).
10 Arah dakwah
Sasaran uama dakwah adalah mengajak, menyeru manusia
agar hanya menyembah Allah, dan tidak
mempersekutukan-Nya dalam hal apa pun dengan suatu apa
pun, serta bersyahadat membenarkan Muhammad itu
benar-benar Rasul Allah. Sekaligus membela,
mempertahankan, memperjuangkan tegaknya syahadat yang
dikrarkan itu dalam diri pribadi dan di tengah
masyarakat. Setelah itu berbuat baik terhadap kedua
orang tua, dan sekali-kali tidak menyinggung, melukai
perasaan, hati kedua orang tua. Meyakini sepenuhnya
bahwa Allah itu yang memberi rezki (makanan, minuman,
kehidupan, kesehatan, ilmu pengetahuan, kecakapan,
ketrampilan, kekayaan, kekuasaan) bagi semuanya.
Menjauhi, menghindari segala sesuatu yang jijik,
jorok, cabul, porno, mesum, baik terang-terangan,
maupun sembunyi-sembunyi. Membela, mempertahankan,
memperjuangkan hak hidup siapa pun dan tidak
memperkosa hak hidup itu. Membangun tegaknya
masyarakat adil makmur. Menegakkan keadilan secara
utuh, baik terhadap diri sendiri (introspeksi), maupun
terhadap masyarakat, baik dalam bidang hukum, maupun
dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya.
Menyebarkan dan menyuburkan kebajikan, kebaikan,
kemakmuran baik terhadap yang Muslim, maupun
non-Muslim, tanpa diskriminasi. Menyantuni yang
terlantar, mulai dari kerabat yang dekat sampai jauh.
Tidak melakukan tindak keonaran, makar, kekacaauan,
kejahatan, kemunkaran, keresahan, kerusuhan,
kegelisahan (QS 6:151, 16:30). Seruan dakwah ini
sangat dibenci, ditakuti, tidak disukai oleh para
penguasa, terutama sekali para adikuasa, adidaya,
seperti Kaisar dan Kisra.
"Wahai manusia. Ucapkanlah "la ilaaha illallaah",
niscaya kalian beruntung. Dengan kalimat ini kalian
akan menguasai bangsa Arab dan orang-orang Ajam. Jika
kalian beriman, maka kalian akan menjadi raja di
surga". Demikian seruan Rasulullah yang seringkali
disampaikan kepada manusia. (Sirah Nabawiyah, Planning
Dan Organisasi Dakwah Rasulullah, Petunjuk Jalan,
Metoda Revolusi Islam) (Bks 18-4-98).
11 Politik organisasi dakwah
Organisasi dakwah – menurut Hasan al-Banna, pendiri
Ikhwanul Muslimin – adalah menyeru, memanggil manusia
pada kebenaran dan kedamaian, untuk mengikuti tuntunan
Allah dalam Qur:an dan Sunnah Rasul-Nya, beserta
mengikuti teladan para sahabat Rasulullah saw.
Organisasi dakwah mengajak untuk berpegang dan
menegakkan hukum-hukum, ajaran-ajaran, dan
petunjuk-petunjuk Allah swt. Organisasi dakwah
berakidah Islamiyah. Rela diatur oleh aturan Allah swt
(QS 5:44-50,66). Organisasi dakwah tak mengenal
dinding batas dissskriminasi waktu (zamani) dan tempat
(makani) serta kondisi (waqi’I) (QS 21:107).
Apabila ajakan, misi, aktivitas, kegiatan organisasi
dakwah ini dikatakan, dikategorikan, dinilai membawa
prinsip politik, melakukan aktivitas, kegiatan politik
praktis, memang dakwah itu membawa prinsip poltik
menegakkan kebenaran, yang tak memisahkan antara agama
dan politik. Organisasi dakwah mencakup mengurusi
masalah politik, masalah sosial dan pembaruan, masalah
olah-jasmani dan olah-rohani. Mencakup dakwah,
tarikah, siasah, iqtishad, tsaqafah, madaniyah,
riyadhah, tanpa menyisakan, menyisihkan yang termasuk
dalam Islam kaffah. Dakwah itu dilakukan simultan,
serentak menyebar ke segala sektor kehidupan, bukan
terbatas hanya pada satu dua sektor tertentu saja (QS
2:208).
Risiko yang menghadap, yang menanti pendukung dakwah
bisa dipenjarakan, ditangkap, dibuang, dikejar-kejar
(sebagai buronan), kehilangan harta (karena disita),
kehilangan pekerjaan (karena dipecat). Pendukung
dakwah akan mendapat tantangan. Akan dipertanyakan
apakah dakwah dapat dijadikan sebagai landasan
pembangunan masyarakat, serta mengobati penyakit
masyarakat (patologi sosial), apalagi dalam suasana
negara sedang dilanda berbagai resesi dan krisis ?
Apakah mungkin dakwah gerakan amar makruf nahi munkar
dapat menata sistim ekonomi tanpa menggunakan asas
rente (dengan tingkat suku bunga nol, seperti
diajarkan pakar Ekonomi Keynes dalam "The General
Theory of Employment, Intrest and Money") ? Apakah
yang dapat dilakukan dakwah menghadapi budaya global
emansipasi (wanita dan pria) ? Dan lain-lain (QS
23:71).
Berbeda dengan al-Banna, meskipun diakui bahwa adalah
tidak bijak menghindari kegiatan politik praktis dalam
memperjuangkan tegaknya bangunan Masyarakat Utama,
Masyarakat Islam, namun Dr HM Amien Rais MA yang visi
dan persepsi poltiknya hampir sejalan dengan Mr
Mohammad Roem, mengemukakan bahwa untuk membangun
infrastruktur Masyarakat Utama itu tidak bisa dengan
mengambil jalan pintas, tetapi dalam perspektif jangka
panjang (USWATUN HASANAH 495:1998)(Bks 18-4-98).
12 Masyarakat Adil dan Makmur
Kemakmuran, keadilan, ketenteraman, keamanan masih
tetap saja tinggal sebagai impian, dambaan, harapan
bagi orang banyak. Sudah lebih lima puluh tahun
merdeka, baik masa ORLA, maupun masa ORBA, hanya
segelintir orang tertentu yang sempat berhasil
mereguk, mengenyam kemakmuran, keadilan, ketenteraman,
keamanaN TERSEBUT. Hanya MEREKA itulah yang sempat
menikmati kekayaan milyaran, bahkan triliyunan untuk
ratusan turunan. Selebihnya tetap saja kere, jembel,
kuli (ada yang berdasi, dan ada yang tidak0) dari
proyek-proyek konglomerat. Walaupun demikian,
perjuangan tak pernah berhenti untuk meraih kemakmuran
lahir batin, keadilan dalam
politik-ekonomi-hukum-sosial-budaya, bersih dari
kolusi, komisi, konspirasi, ketenteraman dan keamanan
keluarga dan masyarakat.
Untuk menuju masjarakat adil dan makmur itu, Islam
memberikan tuntunan agar senantiasa menyimak,
memperhatikan, mengikuti, menjalankan tuntunan agama
yang disampaikan oleh para ulama berupa keharusan
berbuat kebajikan dan larangan berbuat tindak
kejahatan. Tidak meremehkan, mengabaikan para ulama,
apalagi membatasi gerak dakwahnya atau mencekalnya,
atau menjadikan wejangannya sebagai bahan lawakan.
Berikutnya, lebih memusatkan perhatian pada
pembangunan mental spiritual (moral), dan bukan
terlalu terfokus pada pembangunan fisik material
(ekonomi). Islam lahir, tampil membawa pesan/amanat
untuk lebih mengutamakan perbaiakan budi pekerti
(akhlak), bukan untuk lebih mengutamakan perbaikan
penampilan fisik jasmani. Memang Islam juga mendorong
untuk berusaha mencari rezki sekuat tenaga, tetapi
harta-kekayaan yang lebih dari kebutuhan hendaknya
diberikan kepada orang-orang yang melarat (QS2:219).
Islam tidak menyukai menumpuk-numpuk kekayaan, apalagi
untuk foya-foya, bahkan untuk ratusan turunan.
Sesungguhnya kelebihan harta itu menurut riwayat Ali
bin Abi Thalib – hanyalah milik orang lain yang
disimpan. Jangan membuat tempat timbunan kekayaan,
yang – menurut riwayat Tirmizi – akan menyebabkan
cinta pada dunia.
Sebagai orang bersaudara, Islam juga tidak menyukai
sealing bersaing dalam mencari rezki. Islam menuntun
agar saling tolong menolong, saling bantu membantu
dalam kebaikan. Termasuk tolong menolong mencarikan
jlan keluar mengatasi kesulitan permodalan, tenaga
kerja, pemasaran, manajemen.
Tuntunan Islam yang disampaikan Rasulullah saw antara
lain bahwa "Apabila kaum Muslimin membenci ulama
mereka, menonjolkan pembangunan pasar mereka, dan
saling berkelahi untuk mengumpulkan uang, maka Allah
swt menimpakan kepada mereka empat perkara : musim
pacekelik, kezhaliman penguasa, pengkhianatan penegak
hukum, dan serangan dari musuh" (HR Hakim dari Ali bin
Abi Thalib, dalam "Koreksi Pola Hidup Umat Islam",
1986:46).
Dari QS 7:96, 5:65-66, 24:55, 65:2-3 dipahami, bahwa
masyarakat adil makmur, penuh berkah, kemajuan
IPTEK-sosial-ekonomi, jadi tuan di negeri sendiri,
adalah masyrakat IMTAQ, masyarakat Islami, masyarakat
yang rela diatur oleh aturan Allah. Yang Yahudi rela
diatur dengan Taurat. Yang Nasrani rela diatur dengan
Injil. Yang Islam rela diatur dengan Qur:an (QS
5:44-50,66). Semoga saja sudah ada yang sukses
berhasil membentuk masyarakat IMTA?di
lingkungan RT, RW, Desa, sekolah, madrasah, masjid,
kampus, kantor, pabrik, pasar, komplek pemukiman, dan
lain-lain (Bks 1-4-98).
13 Tuntunan Islam praktis
Baik dari dakwah tatap muka, maupun melalui media
cetak, dan melalui media elektronika, yang amat sangat
diperlukan umat adalah tuntunan Islami praktis, yang
konkrit, yang mudah diterapakan, dan bukan tuntunan
Islami teoritis ilmiah yang abstrak, antara lain
tentang cara menanggulangi, mengatasi, menangani
tawuran antar sekolah, penyampaian protes, penolakan
protes, bentrokan fisik antara rakyat pengunjuk rasa
dengan aparat bersenjata, tindak kekerasan, tindak
kejahatan, pemaksaan kehendak oleh yang berkuasa,
arogansi intelektual, arogansi wakil rakyat, arogansi
pejabat, penyalah-gunaan kekuasaan, transaksi fiktif,
kwitansi fiktif, penggelapan uang, aksi premanisasi,
aksi pengamen, aksi pengemis, parade zina, hedonisme,
krisis keteladanan, mental robot, mental pabrik,
mental badak, mental budak, jambret, rampok, rampas,
todong, perkosaan, pembunuhan, pembantaianan, miras,
mabuk-mabukan, judi, calok, pungli, uang semir,
siluman, pelicin, komisi, amplop, tst, joki, jimat,
kolusi, korupsi, komersialisasi jabatan, dan
lain-lain.
Islam berpesan agar sungguh-sungguh menarik tangan
orang yang zhalim, aniaya, berbuat munkar, kejam,
jahat, sewenang-wenang, dan menghela, paksa, robah,
cegah tangan itu kepada mematuhi kebenaran. Kalau
tidak, maka Allah akan meratakan siksaan-Nya. (Bks
20-9-99).
14 IPOLEKSOSBUDHAMKAMTIB dan Islam
Penerbit dan Redaksi Media Dakwah sangat diharapkan
untuk dapat menyusun/menerbitkan Risalah/Makalah/Bukau
antara lain mengenai "Politik dan Islam", "Ekonomi
dan Islam", "Televisi dan Islam", "Busana dan Islam",
"Militer dan Islam", dll yang dapat dipahami oleh
tokoh-tokoh semacam Munawir Syadzali, Nurkholish
Madjid, Ainun Nadjib, Dahlan Ranuwihardjo, Dawam
Rahardjo, Syhafi’I Ma’arif, Amien Rais, Abdurrahman
Wahid, Aqil Siradj, Masdar Mas’udi, Hasan Metareum,
Tirtosudiro, Adi Sasono, Mar’I Muhammad, Fuad Bawazir,
Aburizal Bakri, Emil Salim, Syafi’I Antonio, Hasan
Habib, Wiranto, Hasan Tiro Quraisy Shihab, Alwi
Syihab, dan lain-lain.
Memang dalam siasah/politik, kalam/teologi,
tasauf/teosofi, hukm/fiqih, sejarah telah meninggalkan
berbagai firqah/sekte/aliran paham yang antara lain :
- hanya menerima matan nash dan menolak makna nash,
hanya mengambil hakikat (nilai) Islam dan meninggalkan
syari’at (Hukum) Islam. Inkar Syari’at/Siyasah.
Pro-Ribawi. Inkar Jihad. Inkar Jilbab. Dll. Dengan
jargon "Islam yes, Politik Islam No).
- hanya berpegang pada Qur:an saja, dan meninggalkan
Sunnah. "Qur:an Yes, Sunnah No". Inkar Sunnah. (Bks
Idilfitri 1420)
15 OKI dan Perjuangan Umat Islam gagal ?
Dengan gencar dihembuskan, bahwa dalam perspektif
historis, gerakan-gerakan yang trennya
memformalisasikan syari'at Islam tidak pernah mengakar
mendapat simpati dari mayoritas umat. Hanyalah
merupakan gerakan sempalan yang tercerai berai dan
tidak pernah menjadi kelompok yang solid (Abd A'la :
KOMPAS 22/10/99:4). Apakah memang benar demikian ?
Apakah memang perjuangan umat Islam akan bermuara pada
kekandasan, pada ketakberhasilan ? Misuari bersama
pasukan Moro Pilipina Selatan-nya terpaksa memilih
jalan damai, barjabat tangan dengan Fidel Ramos pada
pertengahan Agustus 1996 (KOMPAS 3/9/96:1). Bosnia
terpaksa bertekuk lutut ke bawah kuasa PBB yang
dikendalikan AS untuk membentuk negara Bosnia yang
terdiri dari Bosnia, Kroatia dan Serbia. Chechnya
terpaksa menderita terjepit di bawah gempuran
habis-habisan dari Rusia. Taliban Afghanaistan
terpaksa menyerah menerima sanksi PBB (REPUBLIKA
8/11/99:11). Apakah ini juga yang akan dialami
perjuangan Umat Islam Palestina, Dagestan, FIS
Aljazair, NOI Black Moslem AS, DI-NII-TII, MASYUMI,
Darussalam Aceh, dan lain-lain. Dan apa peranan OKI
dalam hal ini ? Tapi yang pasti Qur:an menyebutkan
bahwa "Allah telah berjanji ke pada orang-orang yang
beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang
saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa di bumi (QS Nur 24:55). Rasulullah
berulangkali menyeru "Wahai manusia ! Ucapkanlah "la
ilaha illallah", niscaya kalian beruntung. Dengan
kalimat ini kalian akan menguasai bangsa Arab dan
orang-orang ajam. Jika kalian beriman, maka kalaian
akan menjadi raja di surga" ( Dr Muhammad Sa'id
Ramadhan al-Buthy : "Sirah Nabawiyah" I, 1992:205).
16 Label Syar'i
Pada mulanya terminologi demokrasi, ekonomi, bank,
tanpa embel-embel. Karena sesuatu hal, dimunculkan,
diperkenalkan demokrasi liberal, demokrasi proletar,
demokrasi otoriter, demokrasi terpimpin, demokrasi
Pancasila. Ekonomi kapitalis, ekonomi sosialis,
ekonomi kerakyatan, ekonomi Pancasila. Bank
konvensional, bank tradisional, bank modern. Agar
terkesan bearoma, bernuansa Islam diciptakan,
ditampilkan demokrasi Islam, demokrasi ilahi
(theo-democracy), ekonomi Islam, bank Islam, bank
syar'iyah, bank mu'amalah. Tapi tetap saja
dipertanyakan, apakah semuanya itu jadi Islami ?
Dengan memberi label syar'i, halal, apakah khamar,
ham, riba, zina, judi bisa berubah dari haram jadi
halal ? Apalagi zina, pelacuran, prostitusi dipandang
tidak merusak, tidak merugikan siapa-siapa, malah
menguntungkan, memberikan ketenangan dan kesenangan ke
pada yang bersangkutan. Memang ada periode, orang
telah menganggap baik yang buruk, dan buruk yang baik.
Menyamakan, menyamaratakan, memanipulasi yang haram
jadi halal. Diingatkan agar tidak berbuat dosa,
seperti Yahudi menghalalkan yang diharamkan Allah
dengan berbagai helah (manipulasi), antara lain dengan
merubah namanya.
17 Gaya setan selebritis
Setan mengaliri, mengkerebuti, menggerakkan hampir
seluruh aktivitas kegiatan kehidupan manusia. "Setan
berjalan dalam tubuh manusia sebagaimana arus listrik
berjalan pada kabel penghantarnya, atau sebagai
oksigen mengalir dalam tubuh". Kini, melalui media
pendidikan modern (misalnya televisi), setan mendidik,
mengarahkan, mengajarkan kita manusia sepanjang masa,
baik pada masa bocah cilik, pada masa kanak-kanak,
pada masa remaja belia, pada masa dewasa, pada masa
tua renta untuk bergaya setan selebritis. Berbusana
semini-mininya, serba terbuka, mengkerut dari atas ke
bawah, dari bawah ke atas, terbuka dada, punggung,
pusar (udel), betis, paha. Semakin mengkerut, semakin
mini, maka semakin oke, semakin keren, semakin ngetop.
Bergaul bebas sebebasnya tanpa batas, tanpa rasa malu.
(Habis malu habislah iman). Kumpul kebo. Kumpul dulu.
Kawin soal belakang. Bernyanyi berjingkrak-jingkrak,
merentak-rentak, meronta-ronta. Menenggak,
mengkonsumsi miras, narkoba. Mabuk-mabukan. Akrab
dengan mo-limo, dengan narkoba, pelacuran, perjudian,
diskotik, dll. Melalui acara seputar selebritis, kita
disuguhi cerita perselingkuhan, gaya pacaran, gaya
hidup mewah, dll, "Setan menjadikan umat-umat
memandang baik perbuatan mereka yang buruk" (QS Nahl
16:63). (REPUBLIKA, Minggu, 28 November 1999, hal
6-Selisik, hlm 10-Catatan Media). Melalui berbagai
bencana, sudah berkali-kali Tuhan memperingatkan
manusia dan pemimpinnya agar kembali mau mengikuti
perintah Tuhan dan menjauhi ajakan setan (SEMANGGI,
No.2, Kamis, 18 November 1999, hlm 13).
18 Pemelintiran (Tahrif Kalamallah)
Islam menempatkan sesuatu pada tempatnya yang pantas.
Menyamakan sesuatu yang pantas disamakan. membedakan
sesuatu pada yang pantas dibedakan. Dalam pahala
ketaqwaan, Islam tak memperbedakan gender, etnis.
Dalam warisan, kepemimpinan (walaa), pertemanan
(bithanah, waliijah), Islam membedakan antara pria dan
wanita, antara yang Islam dan yang bukan Islam
(Yahudi, Nasrani, Zionis, Komunis, dll). Islam sangat
tak suka memplintir yang sudah terang (muhkamat)
menjadi yang kabur (mutasyabihat). membuat hal-hal
yang sudah diyakini (qath'i), yang sudah disepakati
(ijma') menjadi hal-hal yang diperdebatkan, yang
diperselisihkan. Misalnya nash tentang kepemimpinan
sudah sangat terang (muhkamat) menjelaskan bahwa yang
pria, yang Islam itu lah yang menjadi pemimpin.
Memplintir yang sudah terang ini menjadi yang kabur
adalah merupakan fitnah (bahaya) terbesar yang
dihadapi Islam. Deislamisasi, deformalisasi syari'at
Islam bergandengan memplintir yang muhkamat, yang
sudah jelas, yang sudah pasti menjadi yang
mutasyabihat, yang diragukan. "Orang-orang yang dalam
hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka
mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk
menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya"
(QS Ali Imran 3:7).
19 Pertemanan
Islam mempersamakan yang pantas disamakan, dan
memperbedakan yang pantas diperbedakan. Islam
menetapkan garis tegas pemisah yang jelas dalam hidup
tentang pedoman/pandangan, tujuan, tugas,
peran/fungsi, kawan, lawan, teladan, bekal, dan
lain-lain. Dalam pertemanan, Islam menetapkan bahwa
"sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara"
(QS 49:10). Orang mukmin adalah saudara bagi mukmin
lainnya, yang mencukupi pekarangannya (memperhatikan
penghidupannya senasib sepenanggungan) dan menjaganya
dari belakang (menjaga serta menjaganya ketika sedang
bepergian dan sebagainya) (HR Ahmad, Abi Daud dari Abi
Hurairah). Jangan bersahabat -kata Nabi saw - kecuali
pada orang mukmin (yang beriman). Dan jangan makan
makananmu kecuali orang bertaqwa (HR Abu Daud, Tirmizi
dari Sa'id al-Khudry, dalam Muhammad Rasyid Ridha :
"Majmu'atul Hadits"). Orang-orang beriman itu bersikap
kasih sayang sesama mereka (QS 48:29). Dalam cinta
kasih itu orang-orang beriman bagaikan satu badan yang
saling merasa, atau bagaikan suatu bangunan yang
saling menguatkan. Islam juga menetapkan bahwa setan
dan pengikutnya (seperti thaghut, fasiq, munafiq,
Yahudi, Nasrani, dan lain-lain) adalah lawan, bukan
sebagai kawan (QS 35:6). Tak dibenarkan bermesraan
(berkoalisi, berkolusi, beraliansi, berelasi) dengan
lawan (QS 58:22, 9:16, 3:118).
20 Jangan sampai di-Chechnya-kan
Semula, menjelang proklamasi kemerdekaan RI, semangat
untuk memformalisasikan syari'at Islam sangat
menonjol. Hal ini tampak pada tujuh kata "dengan
kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya" dalam Piagam Jakarta tanggal 22
Juni 1945. namun sehari setelah Proklamasi, yang
sangat menguat adalah semangat untuk
mendeformalisasikan syari'at Islam. Hal ini sangat
jelas terlihat pada pengebiran Piagam Jakarta dengan
dihapusnya tujuh kata itu di dalam Pembukaan UUD
tanggal 18 Agustus 1945. Upaya deformalisasi ini
semakin lama semakin menguat. Ini bisa diamati dari
sidang Konstituante 1955 dan sidang MPR selang waktu
1971-1999. Dan kini dari upaya-upaya mempersamakan
secara mutlakan tanpa apeduli akan nash-syari'at
(teks-nortmatif) dalam segala hal, dalam jender antara
pria dan wanita, dalam kepemimpinan (walaa) dan
pertemanan (bithanah, waliijah) antara yang Islam dan
yang bukan Islam (Yahudi, Nasrani, Zionis, Komunis,
dll). Sedangkan yang masih berupaya memformulasikan
syari'at Islam, kecewa dengan penghapusan tujuh kata
Piagam Jakarta, dan sebagiannya ada yang berusaha
membentuk NII (Negara Islam Indonesia) 27 Agustus
1948. Sejak masa Daud Beureueh, sejak diproklamasikan
Negara Islam Aceh 21 September 1953, masyarakat Tanah
Rencong berjuang mengembalikan tujuh kata Piagam
Jakarta, agar syari'at Islam, hukum Allah berdaulat,
berkuasa di bumi Aceh Darussalam (SIMPATI, No.6, 6
September 1998, SABILI, No.4, 11 Agustus 1999, hlm
70). Dengan mengembalikan Pembukaan UUD-45 seperti
semula, seperti dalam Piagam Jakarta, diharapkan
tuntutan yang kembali muncul di Aceh, dan dulu tahun
lima puluhan juga muncul di Jawa Barat, Sulawesi
Selatan, Kalimantan Selatan, dll, dapat diakomodir,
dapat dipenuhi. Ini demi kepentingan nyawa dan
kesejahteraan rakyat Aceh dan daerah lain, dan bukan
rakyat Aceh dan daerah lain untuk kepentingan negara
dan penguasa. Untuk mencegah disintegrasi bangsa
seyogianya secepatnya mengembalikan Piagam Jakarta
sebagai Pembukaan UUD-45 (SABILI, No.15, 10 Februari
1999, Saatnya Umat Islam Bertindak). Semoga Aceh dan
daerah lain tak sampai di-Chechnya-kan.
21 Islam hanya sekedar nilai ?
Ada yang mengkotak-kotakkan Islam itu pada Syari’at, Hakikat, Tarikat, Ma’rifat. Dulu Islam itu
dipahami secara utuh, tak terpisah-pisah antara Syari’at, Hakikat, Tarikat, Ma’rifat. Belakangan ada yang memahami
Islam itu hanya sebatas hakikat, sebatas nilai, sebatas prinsip. Yang diperlukan hanyalah menggali nilai-nilai Islam itu.
Menggali esensi, jiwa, semangat, nilai-nilai syahadat, shalat, shaum, zakat, haji, qurban, jihad, hudud, dan lain-lain. Sedangkan
bentuk, wujud, format, kaifiat dari syahadat, shalat, shaum, zakat, haji, qurban, jihad, hudud, dan lain-lain itu terserah
selera masing-masing kesepakatan ijmak sesuai dengan perkembangan zaman. Dan akhirnya Islam tinggal sekedar nama.
Bermacam-macam upaya dilakukan untuk menjegal tegaknya syari’at Islam. Dengan memisahkan antara syari’at
dan hakikat dalam Islam. Dengan menyanjung-nyanjung dan memuji-muji nilai luhur Islam, prinsip umum Islam. Dengan mengesampingkan
syari’at Islam. Dengan memanipulasi, mengebiri pengertian syari’at Islam. Dengan meyakinkan bahwa Islam hanya
sekedar hakikat, sekedar nilai, sekedar prinsip. Yang sampai ke tingkat Hakikat ini adalah orang-orang Arifin. Bila telah
sampai ke tingkat, ke derajat Arifin, ini, maka gugurlah segala kewajiban. Tak ada lagi beban taklif. Tak ada lagi yang wajib
dan yang haram baginya. Inilah antara lain ajaran yang dinisbahkan, disandarkan kepada Ibnu ‘Arabi (HAS Alhamdani :
"Sanggahan Terhadap Tasawuf Dan Ahli Sufi", 1982:125). (Bks 20-2-2000)
22 Islam hanya urusan ibadah ?
Semula sebatas, bahwa untuk masalah-masalah yang menyangkut hubungan-hubungan antara manusia dengan manusia,
yang berhubungan dengan keperluan duniawi, adalah selalu diperkenankan (halal), tidak dilarang sampai ada aketentuan nash
yang melarangkannya. Sedang untuk masalah-masalah yang berhubungan dengan Allah, dengan persoalan ukhrawi, maka senantiasa
dilarang (haram) berbuat sesuatu, sampai ada ketentuan nash yang menyuruh berbuat. (Hukum asal dalam urusan muamalat adalah
ibahah/boleh, sampai datang dalil/keterangan yang mengharamkannya)
Kemudian meningkat naik (meluncur turun ?), bahwa Islam tidaklah memiliki kaitan dengan dan dimasukkan pada
masalah yang bersifat keduniawiaan sama sekali. Islam tidak pula memiliki syari’at yang berkenaan dengan persoalan serupa
itu. Allah sama sekali tidak berkepentingan dengan persoalan duniawiah dan tidak pula memberi perhatian pada kepentingan hidup
manusia di dunia ini. Dunia ini hina, dan terlalu hina bagi Allah untuk menurunkan agama atau mengutus para Rasul untuk mengurusnya.
Dunia ini sepenuhnya diserahkan kepada akal dan kemauan manusia yang beraneka ragam dan selalu berubah-ubah. Islam tidak memiliki
ysari’at yang mengatur masalah harta maupun masyarakat. Islam juga tidak memiliki ajaran tentang jihad. Semuanya itu
adalah urusan duniawi, dan bukan urusan ibadah yang diatur oleh Islam. Demikian ditanamkan dari teori politik Ali Abdul Raziq
(Dr Dyiya:ad-Din ar-Rais : "Islam Dan Khilafah", 1985:191). (Bks 20-2-2000)
23 Harakah dakwah tanpa harakah siyasah ?
Pergerakan Islam masa kini digolongkan orang dalam dua golongan besar. Pertama, pergerakan yang reformsi,
yang ittiba’i, yang berorientasi hanya pada Qur;an dan Sunnah. Pergerakan reformis ini berupaya menjadikan Qur:an dan
Sunnah sebagai sumber rujukan ibadah. Kedua, pergerakan yang modrnis, akomodatif, taqlidi, yang beroritentasi pada maslahah
mursalah (kepentingan umum). Pergerakan modernis berupaya menyesuaikan kehidupan umat Islam dengan perubahan zaman (tasharuful
imam ‘alar-ra’iyyah manuthun bil-mashlahat). Memisahkan Islam dari negara dalam suatu pemerintahan. Pergerakan
modernis berupaya menjadikan ajaran madzhab dari Mujtahid mutlak juga sebagai sumber acuan dan rujukan.
Namun dalam praktek perjalanan sejarah, baik pergerakan reformis yang berorientasi pada Qur:an dan Sunnah,
maupun pergerakan modernis yang mengacu pada madzhab, sama-sama memisahkan gerakkan dakwah dan aktivitas politik. "Qur:an
tak pernah memerintahkan agar negeri diatur, ditata oleh Islam". "Islam hanyalah dakwah diniyah. Semata-mata mengatur hubungan
manusia dengan masalah keduniaan, seperti urusan peperangan dan urusan politik". "Agama adalah satu hal, dan politik adalah
suatu hal yang lain". Demikian, antara lain yang dimamah dari teori politik Ali Abdul Raziq (Dr Dhiya:ad-Din ar-Rais : "Islam
Dan Khilafah", 1985:191). (Bks 20-2-2000)
24 Dibutuhkan Kode Etik Muamalah
Di sementara komunitas terdapat hal-hal yang berlaku, yang sudah baku. Namanya bisa adab, adat, tradisi,
sopan santun, tata kerama, kode etik. "Siri" barangkali juga merupakan bagian dari hal ini. Ada yang tertulis, dan ada pula
yang tak tertulis. Di kalangan wartawan terdapat kode etik jurnalistik. Di kalangan pengacara terdapat kode etik advokat.
Di kalangan dokter terdapat kode etik kedokteran. Di kalangan pelaku tindak kemunkaran, misalnya adi kalangan pelaku judi
terdapat aturan main yang harus dipatuhi oleh pemain judi.
Tapi di kalangan politisi (pelaku urusan kenegaraan, baik eksekutif, legislatif, yudikatif) barangkali rasa-rasanya
tak terdapat kode etik (tata kerama) berpolitik cantik yang baku, yang standard. Kapan harus menghujat (mengkritik). Kapan
harus diam. Kapan harus terbuka, dan kapan harus tertutup. Kapan harus secara langsung, dan kapan hartus secara tak langsung.
Bagaimana mekanismenya. Semuanya rancu, tak ada aturan main (mekanisme) yang sama sama disepakati. Hak interpelasi, hak angket
dipermasalahkan. Kapan harus menggunakannya dana bagaimana cara menggunakannya yang tepat menurut undang-undang.
Dalam hubungan ini di kalangan komunitasa Arab primitif (jahiliyah) ada hal yang mnenarik, yaitu adanya tata
kerama (kode etik) berselisih, bertikai, bersengketa, berantam, berkelahi, berperang..
Di antara adat kebiasaan buruk dari komunitas Arab primitif (jahiliyah) adalah mengadakan tindakan balasan
balik secara berlebih-lebihan, sehingga sampai mengorban jiwa raga, hanya lantara persoalan remeh saja. Namun demikian terdapat
pula adat kebiasaan yang baik seperti keperwiraan, kesatriaan, memberi pertolongan, memelihara dan menunaikan janji, memelihara
tetangga, menjamu tamu (Muhammad Husain Haekal : "Sejarah Hidup Muhammad, 1984:17, Amali : "Planning & Organisasi Dakwah
Rasululullah", 1980:18).
Di samping itu juga sudah jadi adat turun temurun bahwqa segala peperangan harus berhenti pada bulan yang
mereka muliakan, yaitu bulan Rajab, Zulkaidah, Zulhijjah dan Muharram (Prof Dr hamka : "Tafsir Al-Azhar", II:198). Dan ada
lagi sistem jiwar (perlindungan pertetanggaan) yang biasa diminta oleh kalangan yang lemah kepada yang lebih kuat ("Sejarah
Hidup Muhammad", 1984:10).
Kemudian islam menetapkan kode etik (ta kerama) berperang yang baku. Di antaranya ; larangan menyiksa, perlindungan
bagi yang terluka, larangan membunuh tawanan, larangan menjarah dan merusak, menjaga kesucian hak milik dan kesucian janazah,
larangan melanggar perjanjian, larangan membunuh yang bukan jadi pasukan musuh (seperti orangtua, anak-anak, wanita, pemimpin
agama, ahli ibadat) (Abul A’la al-Maududi : "Hak Asasi manusia Dalam Islam", 1985:73-80).
Di jaman modern ini diciptakan kode etik (aturan main) bagi petinju berkelahi, berantam di atas ring tinju.
Kode etik semacam ini seharusnya diperluas. Dalam hidup berbangsa bernegara, maka untuk kalangan politisi
(pengelola negara) harus ada suatu kode etik (tata kerama) berpolitik yang harus dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat.
Semoga dengan adanya kode etik tersebut dan dengan adanya kemauan untuk mematuhinya, maka suasana kehidupan bangsa ini diharapkan
akan bisa aman, tenteram. Semoga. (Bks 19-12-2000)