Negara Islam Darussaslam Negara Sejahtera Adil Makmur

Kesan Lebaran
Home
Daftar Artikel
Jangan asal meniru
Terpecahnya Umat Islam
Bakti pada Agama Nusa Bangsa
Revolusi atau Evolusi ?
Sosok Busyro Muqaddas
Etika Publik
Malu sudah tak ada lagi
Sudah tak ada lagi malu
Manipulasi terminologi Islam
Fitnah Terbesar
Kaidah Usul Fiqih
Generasi cuek
Kesan Lebaran
Pemberlakuan syari'at Islam
Menuju Islam Merdeka
Seputar Kartosoewirjo
Musibah dan usaha
Demokrasi antara teori dan praktek
Menggenapkan Taurat
Dakwah dan Perubahan
Mencegah timbulnya teroris
Noordin M Top
Politik sekuler
Menghadapi musibah
Wujud surga
Gerakan Menegakkan Syari'at Islam
Manipulasi terminologi Islam
Pancasila dan Islam
Menyikapi takdir
Ekonomi Kapitalis versus Ekonomi Islam
Menunggu Obama dan Osama Berjabat Tangan
Madilog Tan Malaka
Teks Protokol Yahudi
Identitas Amerika
Hari kasih sayang
Program Zionis Yahudi
Panggilan Islam
Kenapa kita kalah orang menang
Pertumpahan darah sepanjang masa
Seputar Yahudi
Dakwah sepanjang masa
Kehancuran
Pesan Qur:an
About Me
Favorite Links
Contact Me
My Resume
New Page Title

Enter subhead content here

 
 

Kesan lebaran

 

# Orang-orang tidak mengajak yang disalami untuk mampir berkunjung ke rumah.

# Orang yang berkendaraan (motor dan mobil) yang pulang dari shalat ‘Id tidak mengajak orang yang berjalan kaki yang rumahnya searah dengan yang berkendaraan.

# Silaturrahmi hanya ssampai di pintu rumah, di teras berbau comberan.

# Yang minta ama’af tidak merasa bersalah.

# Yang berutang merasa utang lunas dengan minta ma’af pada sa’at lebaran.

# Lebaran diartikan (dipahami/dihayati) dengan :makan enak, ketupat ayam, pakaian bagus, mengunjungi tempat rekreasi (berkreasi ke tempat-tempat hiburan), tradisi mudik, sungkeman, halal bi halal, kembang api, petasan, inklusif, desakralisasi, hura-hura.

# Yang mengemis memanfa’atkan lebaran untuk meningkatkan penghasilan.

# Tidak terasa kehangatan ukhuwah. Ukhuwah tinggal sebagai impian. Yang ada hanya fatamorgana, kepalsuan, kepura-puraan, kamuflase.Tak ada kunjungan. Tak ada ikhwan. Yang ada hanyalah kawan.

# Lebaran usai, suasana akembali biasa (Siapa lu, siapa gua).

# Kembali kepada kesucian (fithrah) tinggal impian.

# Takbiran diselang-seling dengan pengumuman-pengumuman. Takbiran tradisi. Takbiran modernisasi.

# Sebelum shalat ‘Id didahului dengan penyampaian pengumuman-pengumuman.

# Sa’at Khatib berkhutbah, berseliweran juru foto amatir.

# Ucapan salam : minal “aidin wal faizin, ma’af lahir bathin.

# Jarang ucapan : taqabbalallhu minna wa minkum wa taqabbal ya Kariim.

# Yang berkhutbah adalah khatib panggilan, bukan penguasa setempat.

# Khatib-khatib lebih banyak bermunculan dari kalangan intelektual katimbang dari kalangan santri.

# Usai puasa, kembali mengikuti selera. (Bks 26-4-90).

 

 

Catatan :

* Imam Syafi’i  menyukai orang memakai pakaian yang bersih dan memakai wangi-wangian pada hari Jum’at, hari raya dan ke tempat pesta.

* Imam Syafi’i menyukai wanita memakai pakaian yang sederhana, yang tidak berwarna warni.

* Imam Syafi’I menyukai anak-anak memakai pakaian yang berwarna-warni.

* Imam Syafi’I membedakan antara Imam dengan Makmum.

* Imam Syafi’I memberitakan bahwa Sahal bi Sa’ad dan Rafi’ bin Khudiij mengerjakan shalat sunnat sebelum shalat hari raya dan sesudahnya.

* Zuhri memberitakan bahwa seruan shalat hari raya itu adalah “Ash-shalaatu jaami’ah”.

* Imam Syafi’i  memandang makruh berkeliaran meminta-minta pada sa’at khatib sedang berkhutbah.

* Imam Syafi’I memberitakan bahwa yang berkuasa (Wali Negeri) lebih berhak mengimami shalat dalam kekuasaannya (wilayahnya).

* Imam adalah yang memimpin Takbir, shalat, Khutbah (Al-Uum).

Enter supporting content here