Negara Islam Darussaslam Negara Sejahtera Adil Makmur

Revolusi atau Evolusi ?

Home
Daftar Artikel
Jangan asal meniru
Terpecahnya Umat Islam
Bakti pada Agama Nusa Bangsa
Revolusi atau Evolusi ?
Sosok Busyro Muqaddas
Etika Publik
Malu sudah tak ada lagi
Sudah tak ada lagi malu
Manipulasi terminologi Islam
Fitnah Terbesar
Kaidah Usul Fiqih
Generasi cuek
Kesan Lebaran
Pemberlakuan syari'at Islam
Menuju Islam Merdeka
Seputar Kartosoewirjo
Musibah dan usaha
Demokrasi antara teori dan praktek
Menggenapkan Taurat
Dakwah dan Perubahan
Mencegah timbulnya teroris
Noordin M Top
Politik sekuler
Menghadapi musibah
Wujud surga
Gerakan Menegakkan Syari'at Islam
Manipulasi terminologi Islam
Pancasila dan Islam
Menyikapi takdir
Ekonomi Kapitalis versus Ekonomi Islam
Menunggu Obama dan Osama Berjabat Tangan
Madilog Tan Malaka
Teks Protokol Yahudi
Identitas Amerika
Hari kasih sayang
Program Zionis Yahudi
Panggilan Islam
Kenapa kita kalah orang menang
Pertumpahan darah sepanjang masa
Seputar Yahudi
Dakwah sepanjang masa
Kehancuran
Pesan Qur:an
About Me
Favorite Links
Contact Me
My Resume
New Page Title

Enter subhead content here

catatan serbaneka asrir pasir

 

Revolusi atau Evolusi

 

“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS 13:11; simak juga QS 8:53). Tuhan tidak akan merobah keadaan mereka selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduruan mereka (catatan kaki 768, “AlQuran dan Terjemahnya”, Depag RI, 1993).

 

Perubahan masyarakat (social change) umumnya dengan tiga ragam/macam pendekatan, yaitu konservatif, reformatif dan radikal (Simak ALMUSLIMUN, No.199, Oktober 1986, hal 69-73; No.267, Juni 1992, hal 83-84). Ada perubahan secara evolusi, reformasi, revolusi.

 

Menurut Nani Wisono, bahwa Revolusi Islam itu disebut dengan “Tsaurah Islamiyah”, memadukan pengertian taghyir dan inqilab secara menyeluruh. Mengacu kepada ayat 110:1-3, maka “Kemenangan kaum beriman hanya akan tercapai dengan pertolongan Allah” (Simak tulisannya “Jalan Revolusioner Menuju Kemenangan”, ALMUSLIMUN, Bangil, No.267, Tahun XXIII (39), Juni 1992, hal 80-88). Dalam kontek kekinian, Revolusi Islam itu merupakan padanan Jihad Global.

 

Terminologi/pengertian revolusi itu sendiri masih bersifat debatable. Tan Malaka menyebutkan bahwa revolusi itu baru timbul karena ada krisis, ketika ada pertentangan antara pihak Yang Lama yang tak sanggup lagi mengatur dengan pihak Yang Baru yang sudah siap menggantikannya (Simak “Dari Penjara Ke Penjara”, III, Jogyakarta, 1948, hal 34). Ir Soekarno juga sejalan dengan Tan Malaka memandang bahwa revolusi itu tool and retool, membongkar/mendobrak Yang Lama dan membangun Yang Baru.

 

Umat Islam diseru agar tidak berpangku tangan dalam menyikapi kezaliman (ketidakadilan, kecurangan), tetapi harus proaktif berusaha, berikhtiar untuk mengubahnya dengan mengamalkan ayat QS 13:11. Bisa dengan kekuatan kekuasaan, kemampuan bicara/diplomasi, setidaknya dengan keyakinan- ideologi. Siap  memikirkan, melaksanakan  cara yang tepat sasaran untuk menumpas kezhaliman (tirani, thagut) apakah perlu revolusi atau evolusi ? (Simak SUARA MUSLIM, Bekasi, Edisi 30-Thn.2011M/1432H, hal 24-25, “Evolusi atau Evolusi ?”, oleh Asdani [Ahmad Salimin Dani MA, Ketua DDII Bekasi ?]).

 

            Diantara contoh revolusi disebutkan antara lain Revolusi Industri (Inggeris), Revolusi Borjuis Perancis (1787-1800), Revolusi Komunis Rusia (1917-1921), Revolusi Cina (1911-1949), Revolusi Islam Iran, Revolusi Islam Kartosoewirjo. Sedangkan evolusi seperti Evolusi Ikhwanul Muslimin Mesir, Evolusi Abul A’la alMaududi, Evolusi Mohammad Natsir, dan lain-lain.

 

Perubahan dari jahili/sekuler ke Islam berangkat dari perubahan akidah, dari syirik ke tauhid, bukan dari sentimen nasionalisme, atau sosialisme, atau moralisme, bukan dengan mengibarkan panji-panji nasionalisme, sosialisme, moralisme. Sayid Quthub dalam bukunya “Petunjuk Jalan” (Metode Revolusi ?) menyebutkan bahwa Islam itu berangkat dari fiqhul aqidah-ideologis, bukan berangkat dari fiqhul waqi’-realitas. Islam mulai langkahnya dengan mengobarkan revolusi akidah, bukan dengan mengobarkan revolusi nasionalis, atau sosialis, atau moralis (Simak “Petunjuk Jalan”, Bab II : Wujud Metode Qurani).

 

Abul A’la alMaududi juga berpandangan bahwa perubahan sistem dari jahili sekuler ke Islami haruslah dimulai dengan revolusi akidah secara alami dan menyeluruh (Simak antara lain “Metoda Revolusi Islam”, “Kemerosotan Ummat Islam dan Upaya Pembangkitannya”, “Sejarah Pembaruan dan Pembangunan Kembali Alam ikiran Agama”).

 

.Mengacu pada kisah dakwah para Nabi, seperti Nabi Nuh, Hud, Shaleh, Ibrahim, Luth, Syu’aib, Musa, Isa, Muhammad saw, maka dakwah itu berupa revolusi akidah, revolusi pola piker, revolusi sikap mental. Dakwah itu menyeru, mengajak semuanya merubah akidah, pola pikir, sikap mental dari jahili sekuler ke Islam , minaz zhulumaat ilan nuur. Tak ada seruan/ajakan untuk memberontak, mengambil alih kekuasaan. Juga tak ada seruan/ajakan untuk menghabisi lawan. Dalam kontek kekinian tak ada seruan/ajakan untuk menumpas, membasmi, menghabisi kau Yahudi, Nasrani, Majusi, Syi’ah, Khawarij, Mu’tazilah, Ahmadiyah, dan firqah/sekte masa kini (Simak antara lan ayat QS 16:125, 2:256, 18:29, 2856).

 

Jihad dengan pengertian perang fisik (qital) hanya dilakukan terhadap penghalang jalannya dakwah. Selama tidak menghalangi jalannya dakwah, maka posisi mereka hanya sebagai lawan/musuh dalam akidah yang merupakan umat dakwah. Mereka dilawan dalam perang akidah, ghazwul fikri. Dalam ghazwul fikri inilah tempatnya Jihad Global (Revolusi Islam).

 

Perubahan dari jajahan ke merdeka yang dikobar-kobarkan Soekarno melalui Pancasila (sinkretisasi nasionalisme, demokratisme, sosialisme, humanisme, ketuhanan seperti Khams Qanun Freemasonry/Zionis) (Simak RISALAH, No.10, Th.XXII, Januari 1985, hal 54-55, “Plotisma, apa itu ?”).

 

Cara yang ditempuh untuk Islam Merdeka berbeda-beda. Ada yang menempuh jalur parlementer-konstitusional seperti M Natsir dan tokoh-tokoh partai Masyumi dan lain-lain. Ada pula yang menempuh jalur perjuangan suci (jihad fi sabilillah ?) seperti Kartosoewirjo dengan DInya (Simak Al-Chaidar : “Pengantar Pemikiran Politik Proklamator NII SM Kartosoewirjo”, Darul Falah, Jakarta, 1999, hal 92).

 

Dr Yusuf Qardhawi menyebutkan empat jalur/jalan untuk merealisasikan Ideologi Islam (Islam Ideologis ?) : melalui jalur Dekrit Pemerintah (Parlementer-Konstitusionail ?), melalui jalur Kudeta Militer (Jihad Fi Sabilillah ?), melalui jalur Pendidikan dan Bimbingan (Dakwah wa Taklim ?), melalui jalur Pengabdian masyarakat (Aksi Sosial ?) (Simak “AlHulul alIslamy”, 1998, hal 178-273).

 

            Ir Haidar Baqir (Direktur Mizan Bandung) menyebutkan empat tipe strategi Islamisasi : jalur modernism, jalur radikalis kompromistis evolusionisme, jalur radikalis kompromistis revolusionisme, jalur radikalis non-kompromistis (Simak PANJI MASYARAKAT, No.521, No.498, hal 35-37).

 

            Menurut pemikiran SM Kartosowirjo untuk mengusung ide Negara Islam menjadi fakta haruslah mengacu pada proses terentuknya masyarakat Islam pada masa Rasulullah saw. Pada masa itu, etnis, budaya, agama, bahasa sangat beragam (majemuk, pluralis) (Simak Al-Chaidar, hal 63).

 

            Disebutkan bahwa : “Tidaklah akan jadi baik akhir dari umat ini, melainkan dengan kembali kepada apa yang membaikkan umat yang dahulu” (Simak Prof Dr Hamka : “Tafsir AlAzhar”, juzuk II, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1983, hal 81: Syaikh Mushthafa alGhalayaini : “AlIslam Ruh alMadaniyah”, Beirut, 1935, hal 60).

 

            “Sungguh telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat” (QS 2:256). Sangat berbeda antara Islam (jalan selamat) dengan Sekuler/Jahili (jalan sesat). Politik Islam berbeda, tak sama dengan politik sekuler/jahili. Negara Islam itu beda, tak sama dengan Negara Sekuler/jahili. Islam mengacu pada Quran dan Hadits. Piranti lunaknya (softwarenya) adalah Quran dan Hadits. Sedangkan sekuler/jahili mengacu pada hawahu (selera, nafsu, syahwat, kesenangan, kemewahan, kemegahan, kekuasaan, ketenaran).

 

            Negara Islam (Darul Islam, Daulah Islamiyah, Khilafah Islamiya, Baldatun Thaiyabatun wa Rabbun Ghafur) membutuhkn seorang pemimpin (wali, amir, imam) yang harus ditaati, yang tidak menyimpang dari garis haluan alQuran dan alHadits (Simak Al-Chaidar, hal 216).

 

            Sosok Imam, Imam Mahdi (Imam yang memperoleh petunjuk) haruslah memiliki pengetahuan yang luas tentang masalah-masalah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, memiliki pemikiran politik yang cemerlang, memiliki kemahiran dalam strategi militer, mencakup cendekiawan, negarawan, ahli strategi ulung (Simak Abul A’la alMaududi : “Sejarah Pembaruan dan Pembangunan Kembali Alam Pikiran Agama”, Bina Ilmu, Surabaya, 1984, hal 58-60, “Imam Mahdi”).

 

            Disamping unsur Imam ada lagi unsur Makmum, warganegara. Warganegara dalam Negara Islam haruslah Islam minded. Memiliki rasa cinta seta (mahabbah) kepada Allah swt dan kepada Rasulullah saw. Siap mengabdikan diri kepada Allah swt. Sekaligus Islam Ideologis, Islam Politis. Di Indonesia, sejarah mencatat bahwa jumlah kursi kelompok Islam dalam parlemen tahun 50-an hanya 23%. Dan kemudian meningkat naik menjadi 43,5% dari hasil pemilu 1955. Dan selanjutnya dari setiap pemilu ke pemilu tampak jelas penurunan prosentase kelompok Islam. Ini berarti Umat Islam Indonesia sama sekali tak siap dengan Negara Islam Indonesia, tak siap memiliki sikap “tegas terhadap lawan dan santun terhadap lawan” (Simak QS 48:29).

 

Biang Kehancuran

           

Rasulullah saw mengingatkan "Tslaatsun munjiyaat : khsyyatu LLah fis sirri wal 'alaniyah, wal 'adlu fir ridha wal ghadhab, wal qashdu fil faqri wal ghina. Tsalatsun muhlikaat : hawaa muttaba', wa syuhhun muthaa', wa i'jaabul mar-i bi nafsih". Tiga hal yang membuat kejayaan : Takut kepada Allah dalam sunyi dan terang, adil dalam keadaan suka dan marah, sederhana ketika miskin dan kaya. Tiga hal yang mencelakakan : Memperturutkan nafsu, mengikuti kekikiran, terpesona dengan diri sendiri.

 

Itulah tiga pokok sikap menatal yang menjadi biang kehancuran yang harus diwaspadai.Dengan kata lain, bila ajaran Islam diabaikan, apalagi ditinggalkan, maka kehancuran yang akan terjadi. Bisa kehancuran fisik, moral, budaya, sosial, ekonomi, politik.Bisa timbul rasa ketakutan, bisa berkurang rizqi, bisa terjadi [pertupahan darah, bisa dikuasai musuh, dan lain-lain.

 

Islam mengajarkan supaya bisa selamat hendaklah berpegang teguh Kitabullah dan Sunnah Rasulnya. Sesuaikan sikap mental dengan tuntunan Allah dan RasulNya.

 

Akademisi memperkenlakan/mengajarkan agar menerapkan konsep SWOT analysis (Strength-Weakness-Opportunity-Threat) dilanjutkan dengan konsep SOAR (Strengths-Opportunity-Aspiration-Result). Mulai dengan mengnalisis/mengaca/memahami kelemahan (weakness) dan menghitung risiko/ancaman/rintangan/hambatan (threat), setelah itu mengidentifikasi dan memfokuskan kekuatan (strength) dan  kesempatan/peluang (opportunity), kekuatan diri (strength) untuk meraih hasil (result).

 

Hasil (result) yang diharapkan oleh umat Islam adalah menjadi umat unggulan. Umat unggulan (dunia akhirat) adalah umat muttaqin, mukmin, muflihun, yang tak "fi khusrin", yang mendapat "ajrun gharu mamnun".

 

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1108180730)

 

catatan serbaneka asrir pasir

 

Dilematika/problematika penegakan syari’at Islam (analisa sikon umat Islam)

Treath/kendala/rintangan/hambatan bagi tegaknya syari’at Islam :

- Konspirasi/persekongkolan Yahudi-Nasrani internasional untuk melenyapkan, mengenyahkan, mnghancurkan, menumpas Islam (Simak antara lain QS 2:120).

- Maraknya penyebaran ajaran, alaaairan, paham Jahili Sekuler, hubuddunya wa karihatul mauat, rakus dunia dan takut pada resiko (Simak antara lain QS 45:23-25).

- Ketiadaan ulama waritsatul anbiya’, kelemahan pemahaman ulama terhadap ideology, politik, ekonomi, social, budaya Islam. Menjamurnya, melimpahnya ulama seleberitis, berpaham jahili sekuler, hubbud dunya wa karihatul maaut, rakus akan dunia dan takut pada resiko.

- Labelisasi teroris terhadap penegak syari’at Islam.

- Maraknya penyusupan, infiltasi musuh-musuh Islam dengan menggunakan atribut, symbol, terminology, identitas Islam.

- Gampangnya muncul situasi konflik. Umat Islam sangat deman (senang) punya lawan. Kalau ada musuh mereka bersatu. Bila musuh tak ada lagi, mereka mencari musuh di kalangan sendiri (M.Natsir, simak SUARA MASJID, No.144, 1 September 1986, halaman 4-5, Editorial).

Dalam golongan Muslimin menular penyakit yang sangat berbahaya, yaitu : perselisihan, persengketaaan danperbantahan antar sesame (Moehammad Moe’in : “Sedjarah Peperangan Salib”, Islamiyah, Medan, 1936, halaman 5) (Simak antara lain QS 8:46).

Perpedahan umat (dalam ideologi dan politik) adalah penghalang turunnya pertolongan Allah. Sunnatullah menetapkan bahwa yang kuat mengalahkan yang lemah (Simak HR Muslim dari Tsauban tenang Qadha dan Qadar, antara lain dalam “Zaadul Ma’ad” Ibnul Qaiyim, jilid I, halaman 90; “Bersihkan Tauhid Anda Dari Noda Syirik”, oleh Muhammad bin Abdul Wahhab, terbitan Bina Ilmu, Surabaya, 1984:82-84; HR Ahmad dalam “Tafsir Ibnu Katsir”, jilid V, halaman 144).

Weakness/Kelemahan penegakkan syari’at Islam :

- Lemahnya kesadaran beragma dari umat Islam.

- Lemahnya pemahaman agama umat Islam secara intergatif.

- Terserang/terjangkit virus jahili sekuler (Hubbud dunya wa karihatil maut, rakus akan dunia dan takut pada resiko).

- Tak memiliki media informasi/komunikasi alternative, yang dapat menyuarakan aspirasi umat Islam dan yang dibiayai oleh dana umat Islam sendiri.

Opportunity/peluang/kesempatan tegaknya syari’at Islam :

- Lembaga dakwah dan ormas Islam yang konsisten mendakwahkan tegaknya syari’at Islam.

- Sarana penerangan/komunikasi yang dapat digunakan sebagai sarana dakwah.

Strenth/kekuatan/potenti bagi tegaknya syari’at Islam :

- AlQur:an dan AlHadits sebagai landasan ideologis.

- Khazanah pemikiran ulama Islam pada masa lalu.

- Warisan/peninggalan sejarah umat Islam masa lalu.

- Populasi umat Islam yang cukup diperhitungkan. Bahkan identitas, dan nama Islam sendiri masih menggentarkan, menciutkan nyali musuh-musuh Islam.

- Masjid, mushalla sebagai sarana/tempat pembinaan/penggemblengan umat Islam.

Konsep SOAR

            Dulu diperkenalkan konsep SWOT analysis (Strength-Weakness-Opportunity-Threat). Menganalisis kelemahan (wakness) dan menghitung risiko/ancaman (threat) itu diperlukan. Lebih penting lagi dari itu adalah mengidentifikasi dan memfokuskan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity).

            Kini diperkenalkan konsep SOAR (Strengths-Opportunity-Aspiration-Result). Konsep ini beroriemtasi “appreciative inquiry”, yaitu menghargai dan menggali hal-hal yang positf dan kekuatan (strength) yang terlihat maupun tersembunyi. “Allow your thoughts to take you to heights of greatness”. Dengan pola pikir ini, berobsesi terhadap aspirasi (aspiration) dan kesempatan (opportunity) sehingga hasil (result) terpenuhi optimism (Simak Eileen Rachman & Sylvina Savitri : “Mentalitas Elang”, KOMPAS, Sabtu, 6 Agustus 2011, hal 33, “Klasika : Karier”).

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1107280815)

 

 

Enter supporting content here