Negara Islam Darussaslam Negara Sejahtera Adil Makmur

Seputar Kartosoewirjo
Home
Daftar Artikel
Jangan asal meniru
Terpecahnya Umat Islam
Bakti pada Agama Nusa Bangsa
Revolusi atau Evolusi ?
Sosok Busyro Muqaddas
Etika Publik
Malu sudah tak ada lagi
Sudah tak ada lagi malu
Manipulasi terminologi Islam
Fitnah Terbesar
Kaidah Usul Fiqih
Generasi cuek
Kesan Lebaran
Pemberlakuan syari'at Islam
Menuju Islam Merdeka
Seputar Kartosoewirjo
Musibah dan usaha
Demokrasi antara teori dan praktek
Menggenapkan Taurat
Dakwah dan Perubahan
Mencegah timbulnya teroris
Noordin M Top
Politik sekuler
Menghadapi musibah
Wujud surga
Gerakan Menegakkan Syari'at Islam
Manipulasi terminologi Islam
Pancasila dan Islam
Menyikapi takdir
Ekonomi Kapitalis versus Ekonomi Islam
Menunggu Obama dan Osama Berjabat Tangan
Madilog Tan Malaka
Teks Protokol Yahudi
Identitas Amerika
Hari kasih sayang
Program Zionis Yahudi
Panggilan Islam
Kenapa kita kalah orang menang
Pertumpahan darah sepanjang masa
Seputar Yahudi
Dakwah sepanjang masa
Kehancuran
Pesan Qur:an
About Me
Favorite Links
Contact Me
My Resume
New Page Title

Enter subhead content here

Catatan serbaneka asrir pasir

 

Kartosoewirjo bukalah militer

 

            Kartosoewirjo bukanlah keluaran/alumni pondok pesantren. Bukan pula kutu buku. Baahkan bukan pula militer. Ia hanyalah imam, imam dari NII (citra NII dinodai/diciderai oleh NII gadungan, simak SUARA MUSLIM, DDII Bekasi, Edisi 32-2011/1432, hal 18-19, “Geraan Kriminal Bentukan Intelijen”, oleh Mumtaz/VOI). Sekarmadji Marijan Kartosoewirjo lahir pada 7 Januari 1905 (?1907) di Cepu (antara Blora dan Bojonegoro, daerah perbatasan Jawa Timur dengan Jawa Tengah).

 

Pada tahun 1911, saat berusia 8 tahun (?), Kartosoewirjo masuk sekolah ‘Kelas Dua” (untuk kaum bumiputera) di Pamotan. Empat tahun kemudian ia melajutkan sekolah HIS di Rembang. Tahun 1919 ia dimasukkan ke sekolah ELS.

 

The formative age (masa remaja) Bojonegoro Kartosoewirjo terbentuk dari pendidikan agama yang diperolehnya dari guru agamanya Notodihardjo, seorang tokoh Islam modern yang mengikuti Muhammadiyah (didirikan oleh H Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada tahun 1912). Pemikiran-pemikiran Notodihardjo sangat mempengaruhi Kartosoewirjo dalam merespon ajaran-ajaran agama Islam.

 

Kartosoewirjo tidak pernah masuk organisasi “sesat” Boedi Oetomo. Dalam bukunya “Dosa-Dosa Yang Tak Boleh Berulang Lagi” (Hal 6265., KH Firdaus AN memaparkan kesesatan Budi Utomo.

 

            Ketika mulai memasuki usia dewasa, Kartosoewirjo mulai berkenalan dengan SI (Pada tahun 1911 Tirtoadisoerjo bersama Haji Samanhoedi mendirikan Syarikat Dagang Islam dan pada tahun 1921 berubah nama menjadi Syarikat Islam).

 

Pada tahun 1923 setelah menamatkan ELS Kartosoewirjo melanjutkan studinya pada NIAS (Sekolah Kedokteran Belanda untuk Pribumi) di Surabaya. Pada tahun 1926, Kartosoewirjo banyak terlibat dengan aktivitas pergerakan nasionalisme Indonesia di Surabaya. Ia tinggal di rumah HOS Tjokroaminoto bersama Soekarno dan Semaun.

           

Semenjak tahun 1923, Kartosoewirjo sudah aktf dengan gerakan kepemudaan. Di Jong Java ia terpilih menjadi ketua cabangnya di Surabaya. Tahun 1925 didirikan JIB yang lebih mengutamakan cita-cita keIslaman dari pada nasionaalisme. Dalam JIB, Kartosoewirjo terpilih menjadi ketua cabang Surabaya. Kartosoewirjo adalah orator ulung.

 

            Selama di sekolah, Kartosoewirjo mulai berkenalan dengan pemikiran-pemikiran Islam. Kemudian ia menjadi Islam minded. Semua aktivitasnya hanya untuk mempelajari Islam semata (secara otodidak ?). Dengan modal ilmu-ilmu pengetahuan yang dikuasainya, ia aktif di berbaga diskusi poltik. Ia memasuki Syarikat Islam. Pemikiran-pemikiran politik Tjokroaminoto banyak mempengaruhi sikap tindak dan orientasi Kartowoewirjo. Selama tingggal di rumah HOS Tjokroaminoto, secara kontinu Kartosoewirjo memperoleh transformasi pengalaman politik  dari Tjokroaminoto. Pengaruh pamannya, Marko Kartodikoro membangkitkan minat Kartosoewirjo untuk memperdalam ilmu dibidang politik.

 

            Pada awal tahun 1927 SM Kartosoewirjo tamat dan dikeluarkan dari NIAS dan dikeluarkan dari JIB. Pandangan-pandangan Kartosoewirjo cukup radikal. Pada bulan September 1927 Kartosoewirjo menjadi sekretaris pribadi Tjokroaminoto. Dengan keaktifannya di organisasi kepemudaan, Kartosoewirjo berkenalan dengan tokoh Agoes Salim dan Oemar Said Tjokroaminoto (sekaligus merupakan guru politik dan agamanya yang diantaranya nanti bisa menjadi Orang Seiring Bertukar Jalan). Pada tahun 1927 di Pekalongan, Kartosoewirjo terpilih dalam kongres menjadi sekretaris umum PSIHT. Pada Oktober 1928 Kartosoewirjo menjadi peserta kongres pemuda Indonesia di Batavia (Jakarta). Pada kongres tersebut Kartosoewirjo terlibat debat sengit dengan ketua kongres Soegondo tentang akikat pendidikan masa depan.     

 

Di samping bertugas sebagai sekretaris umum PSIHT, Kartosoewirjo bekerja sebagai wartawan di Koran harian FADJAR ASIA (pimpinan Tjokroaminoto ?). Reputasi Kartosoewirjo muda cukup tinggi, ia pernah sekolah di NIAS, menjadi sekretaris pribadi HOS Tjokroaminoto, menjabat sekretaris umum PSIHT, anggota staf harian FADJAR ASIA.

 

Pada tahun (September) 1929, dalam usia yang relatif muda, sekitar 22 tahun (?), Kartosoewirjo telah menjadi redaktur harian FADJAR ASIA (menggantikan HOS Tjokroaminoto, yang jaruh sakit)). Pada kongres PSII ke-22 di Batavia (Jakarta) bulan Juli 1936 Abikoesno terpilih menjadi ketua. Abikoesno menggandeng/mengangkat Kartosoewirjo sebagai pendampingnya, sebagai wakil ketua. Abikoesno menugaskan Kartosoewirjo untuk menyusun suatu brosusr tentang sikap hijrah PSII. Jabatan wakil ketua dipegang Kartosoewirjo sampai ia keluar dari PSII dalam tahun 1939 (karena berseberangan dengan Abikoesno tenang konsep hidjrah).

 

Pada kongres PSIHT ke 22 di Batavia (Jakarta) bulan Juli 1936 Abikoesno terpilih menjadi ketua. Abikoesno mengangkat Kartosoewrjo sebagai wakil ketua. Abikoesno menugaskan Kartosoewirjo untuk menyusun satu brosur tentang sikap hijrah PSIHT.Abikoesno  Tjokrosoejoso menyatakan bahwa kongres PSIHT Juli 1936 telah menyetujui politik Hijrah yang rinciannya telah disusun oleh Kartosoewirjo dalam brosur “Sikap Hijrah PSIHT” (dua jilid).

 

PSII terbelah antara yang pro dan kontra tentang konsep hidjrah. Pada bulan Januari 1939 Salim, Roem, Sabirin, Sangaji, Muslich dan 23 anggota fraksi Salim dikeluarkan dari keanggotaan PSII. Namun pada tahun 1939 Kartosoewirjo terlibat dalam pertengkaran sengit dengan mayoritas pimpinan PSII yang diketuai Abikoesno masih tentang konsep/politik hidjrah (non-kooperasi). Kartosoewirjo dengan anggota yang sealiran antara lain Jusuf Taoedji dan Kamran membentuk KPK-PSII. Jabatan wakil ketua dipegang Kartosoewirjo  sampai ia keluar dari PSIHT dalam tahun 1939.

 

Kartosoewirjo mengharapkan persatuan dunia Islam dengan umatnya secara keseluruhan. Dengan demikian akan dapat tercipta suatu dunia baru “Daulah Islam” (Khilfah Islamiyah). Program akhir hidjrah (islamisasi ?) Kartosoewirjo meliputi bidang politik (siasah?), sosial (ijtima’iyah?), ekonomi (mu’amalah?), ibadah (ritual?), mistik (spiritual?).

 

 

Pada tahun 1943 Kartosoewirjo masuk MIAI dibawah pimpinan Wondoamisono sekaligus menjadi sekretaris umum dari Majlis Baitulmal dari MIAI tersebut. Melalui SOEARA MIAI, kartosoewirjo menuliskan gagasannya tentang masyarakat Islam yang benar-benar sempurna baik secara ideologi maupun ide. Setiap gerak langkah kehidupannya hanya untuk kesuksesan dunia Islam.

 

Pada bulan Oktober 1943 MIAI dibubarkan (hanya berjalan selama 6 bulan saja) dan pada tanggal 11 Nopember 1943 didirikan Masjoemi. Kartosoewirjo sendiri masuk menjadi anggota Masjoemi.

 

            Dalam masa pendudukan Jepang, Kartosowirjo tetap memfungsikan lembaga Suffah. Lebaga Suffah adalah lembaga pendidikan kader PSII, di dekat Malangbong, yang dibentuk dalam gaya sebuah pesantren tradisional. Kartosoewirjo memberikan pelajaran bahasa Belanda, Astrologi (?), Ilmu Tauhid. Disamping mendapat pengajaran pengetahuan umum dan pendididkan agama, para siswa juga dididik dalam Ilmu Politik. Namun kini lebih banyak memberikan pendidikan kemiliteran (dari militer Jepang/PETA ?) untuk lebih mempersiapkan perjuangan. Siswa yang menerima latihan kemiliteran di Institut Suffah akhirnya memasuki salah satu organisasi gerilya Islam (Hizbullah untuk yang lebh muda dan Sabilillahuntuk yang lebih tua), yang nanti menjadi inti Tentara Islam Indonesia (TII) di Jawa Barat. Pada masa itu Kartosoewirjo bekerja di kantor pusat Jawa Hokokai (Perhimpunan Kebaktian Rakyat Jawa yang didirikan Jepang pada bulan Nopember 1944). Kelihatannya Kartosoewirjo berseda bekerja sama dengan Jepang. Namun selama itu dia tidak pernah mengeluarkan pernyataan politik. Dia memanfa’atkan kedudukannya dan memanfa’atkan sarana propaganda yang dibentuk Jepang guna mencapai tujuannya. Dia tidak pernah memutuskan hubungannya dengan teman-temannya dari KPK-PSII. Ia benar-benar konsekwen dengan sikap hidjrahnya (non-kooperasi dalam pandangan politiknya).

 

            Menjelang Proklamasi RI tanggal 17 Agustus 1945, Kartosoewirjo datang ke Jakarta bersama dengan beberapa orang pasukan Laskar Hizbullah, dan bertemu dengan beberapa elit pergerakan/nasionalis untuk memperbincangkan peluang untuk mengubah determinisme sejarah rakyat Indonesia.

 

            Pada bulan Oktober 1945 Kartosoewirjo beserta Wahid Hasyim dan Mohammad Natsir mengadakan pembicaraan untuk menjadikan Masjoemi sebagai partai politik. Namun tidak ada kata sepakat dalam pertemuan tersebut. Pada tanggal 7 Nopember 1945 di Yogyakarta Masjoemi didirikan (dengan memakai nama yang lama), sebagai wahana organisasi bagi semua kelompok Islam, sebagai partai politik kesatuan bagi semua Muslim. Dalam Masjoemi Kartosoewirjo menduduki jabatan sebagai sekretaris pertama.

 

Dalam kongres pembentukan Masjoemi ditetapkan bahwa disamping Hizbullan (untuk yang lebih muda) dibentuk lagi Sabilillah (untuk yang lebih tua). Keputusan lain bahwa Umat Islam haruslah dipersiapkan untuk menjalankan jihad. Tujuan Masjoemi adalah untuk menciptakan sebuah negara hukum yang berdasarkan ajaran agama Islam.

 

Karena RI berdasarkan kedaulatan rakyat, demokrasi (suara rakyat terbanyak yang berdaulat, yang memegang kekuasaan negara), maka menurut Kartosoewirjo konsekwensi logisnya yang berdaulat, yang berkuasa, yang memegang tampuk pemerintahan negara adalah Islam, bukan komunis, dan bukan nasionalis.

 

Dalam konferensi (pertama ?) di Cisayong (Pangwedusan, 10-11 Februari 1948 ?) diambil keputusan (terpenting) untuk mendirikan TII. Dalam konferensi (kedua ?) di Cipeundeuy (Banturujeg, Cirebon, 1-2 Maret 1948) ditetapkan Kartosoewirjo sebagai Imam di Jawa barat. Kartosoewirjo masih berharap untuk dapat merealisir pendirian Negara Islam secara legal. Kartosoewirjo dan Ono menyusun strktur militer dan pemerintaha Negara Islam menggantikan Pemerintahan Republik jika kalah melawan Belanda. Pada konferensi ketiga di Cijoho (1-5 Mei 1948) Kartosoewirjo memimpim Majlis imamah (cabinet) dari Majlis Isam Pusat.

 

Kartosoewirjo lebih banyak berkiprah sebagai ketua/sekretaris di organisasi (Jong Java, JIB, PSIHT, MIAI, Masjoemi), wartawan (Fadjar Asia) dan konseptor/ideoloog DI/TII/NII.

 

(Al-Chaidar : “Pengantar Pemikiran Politik Proklamator NII SM Kartosoewirjo”, Darul Falah, Jakarta, 1999)

 

(BKS1107140530)

 

 

 

catatan serbaneka asrir pasir

 

Catatan tambahan

 

            Tidak ada satu pun yang merasa menyesal dan menyimpan dendam terhadap tentara Orde baru. KH Firdaus AN mengarang “Dosa-Dosa Yang Tak Boleh Berlang Lagi”, terbitan Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, tahun1992.

 

            Segala hal mungkin terjadi di “Pulau Jahiliyah” Jawa. Betapa jahiliyahnya penduduk Jawa di awal abad ke-20.

 

            Kapan Negara Islam berkesempatan mengatur semua ketidakaturan. Umat dilanda wabah sikap mental hedonis, yang gandrung/cendrung pada kesenangan hidup mewah. Terhadap sikap mental ini, Islam menuntun agar memiliki sikap mental wara’, qana’ah, zuhud. Pada kondisi perang sangat ditekankan ibadah/jihad maal berupa infaq fi sabilillah. Diperlukan waktu untuk menanamkan dan memupuk semangat Islam dan semangat Negara Islam  yang sejati dalam diri umat.

 

            Mengapa Soekarno dan Hatta mesti menghindar begitu jauh ke Rengasdengklok padahal Jepang memang sangat menyetujui persiapan kemerdekaan Indonesia. (Bung Karno dan Drs Moh Hatta dibawa [pemuda?] ke luar kota supaya mereka terhindar dari Jepang dalam membicarakan tugas mereka tentang proklamasi, kata Sidik Kertapati dalam bukunya : “Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945, terbitan Pembaruan, Djakarta, tahun 1961, hal77). Betapa lemahnya dan bodohnya Soekarno dan pejuang-pejuang diplomasi dalam berhadapan dengan perunding-perunding ulung Belanda. Soekarno adalah pejuang diplomat yang lebih percaya pada kompromi politik ketimbang revolusi rakyat.

 

            Republik Indonesia diproklamasikan dengan bantuan bandit-bandit, gangster dalam revolusi jahiliyah. Para elit “thaghut” kebanyakan adalah kaum nasionalis sekuler. Naskah Proklamasi dan UUD Kartosoewirjo dijiplak oleh Soekarno dan Hatta ketika memproklamasikan Kemerdekaan Republik Indonsia jahiliyah. Konsep Pancasila yang dibuat oleh Soekarno hanyalah sebuah fantasi dirinya ketika mengalami pergolakan batin tentang masa depan bangsanya.

 

Koran-koran Indonesia di era Sumpah Pemuda benar-benar jahiliyah. Sumpah Pemuda dapat juga dipandang sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan Diponegoro, Imam Bonjol, Teuku Umar, Hasanuddin, dan lain-lain yang memperjuangkan Daulah Islamiyah (Darul Islam).

 

Ada yang menghubungkan jumlah sembilan tokoh penyusun Piagam Jakarta dengan Sembilan lelaki pembuat kerusuhan dalam QS 27:48.

 

Tjokroaminoto tidak mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang Islam. Tapi Tjokroamnoto banyak mempengaruhi perkembangan pemikiran dan aksi politik Kartosoewirjo. HOS Tjokroaminoto pernah menulis buku “Islam dan Sosialisme”, dan artikel “Islam dan Nasionalisme” dalam FADJAR ASIA, 24 Mei 1929.

 

(Al-Chaidar : “Pengantar Pemikiran Politik Proklamator NII SM Kartosoewirjo”, Darul Falah, 1999)

(BKS1107180900)

 

 

 

 

 

Enter supporting content here