Negara Islam Darussaslam Negara Sejahtera Adil Makmur

Pemberlakuan syari'at Islam
Home
Daftar Artikel
Jangan asal meniru
Terpecahnya Umat Islam
Bakti pada Agama Nusa Bangsa
Revolusi atau Evolusi ?
Sosok Busyro Muqaddas
Etika Publik
Malu sudah tak ada lagi
Sudah tak ada lagi malu
Manipulasi terminologi Islam
Fitnah Terbesar
Kaidah Usul Fiqih
Generasi cuek
Kesan Lebaran
Pemberlakuan syari'at Islam
Menuju Islam Merdeka
Seputar Kartosoewirjo
Musibah dan usaha
Demokrasi antara teori dan praktek
Menggenapkan Taurat
Dakwah dan Perubahan
Mencegah timbulnya teroris
Noordin M Top
Politik sekuler
Menghadapi musibah
Wujud surga
Gerakan Menegakkan Syari'at Islam
Manipulasi terminologi Islam
Pancasila dan Islam
Menyikapi takdir
Ekonomi Kapitalis versus Ekonomi Islam
Menunggu Obama dan Osama Berjabat Tangan
Madilog Tan Malaka
Teks Protokol Yahudi
Identitas Amerika
Hari kasih sayang
Program Zionis Yahudi
Panggilan Islam
Kenapa kita kalah orang menang
Pertumpahan darah sepanjang masa
Seputar Yahudi
Dakwah sepanjang masa
Kehancuran
Pesan Qur:an
About Me
Favorite Links
Contact Me
My Resume
New Page Title

Enter subhead content here

Menyoal pemberlakuan syari’at Islam

 

Sungguh sangat simpatik pernyataan Haib Husein al-Habsyi bersama kawan-kawan yang antara lain menuntut Sidang Umum MPR mendatang mempersiapkan Referendum Nasional dengan opsi pemberlakuan syari’at Islam dalam hukum nasional (SABILI, No.15, 5 Januari 2000, hlm 55).

 

Empat puluh lima tahun yang lalu (tahun 1955) wakil-wakil parpol Islam dalam Sidang Konstituante menuntut agar Piagam Jakarta sebagai ikrar kesepakatan bersama pada 22 Juni 1945 yang pernah dikhianati pada 18 Agustus 1945 dengan menghilangkan “dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, dikembalikan seutuhnya sebagai Pembuka UUD. (Khannas sebaliknya menuding bahwa yang berupaya mengembalikan Piagam Jakarta itu adalah orang-orang yang mengingkari sejarah pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan kebhinekaannya).

 

Namun secara inkonstitusional, tuntutan pengembalian Piagam Jakarta Tersebut disambut dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang membubarkan konstituante hasil pilihan rakyat dan memberlakukan kembali UUD-45.

 

Berdasarkan perspektif historis dan tekstual, UUD-45 tetap saja bersifat sementara (Ayat 2 Aturan Tambahan). Bahkan semangat dan jiwa UUD-45 bersifat mendua, antara demokratis dan anti-demokratis (Muhammad Yamin : “Proklamasi dan Konstitusi RI”, 1952:90).

 

Sesuai kondisi riil masa kini, maka referendum dengan opsi pemberlakuan syari’at dan hudud Islam seyogianya bersifat lokal, daerah per daerah, namun penyelenggaraannya bisa saja serentak di seluruh nusantara oleh pemerintah pusat.

 

Semoga bangsa ini tidak lagi mengkhianati ikrar yang telah disepakati bersama, dan semoga tidak mendapat kutukan dan laknat dari yang memberi kemerdekaan. Bks 27-1-2000)

Enter supporting content here